Rabu, 16 November 2011

PSIKOLOGI INDIVIDUAL ALFRED ADLER

A.          Riwayat Alfred Adler

Alfred Adler lahir di Wina pada tahun 1870. Dia menyelesaikan studinya didalam lapangan kedokteran pada Universitas Wina pada tahun 1895. Alfred Adler merupakan anak yang lemah, dan sesungguhnya ia sudah beberapa kali nyaris meninggal. Ia menderita rakitis, yang membuatnya hanya mampu sebatas melihat teman-temannya bermain. Sampai ia berusia lima tahun, ia mengidap sejenis pneumonia dan dokter keluarga mereka sudah merasa tidak mampu menyembuhkannya (untungnya, orang tua Adler mencari opini kedua). Ia pernah tertabrak di jalanan, tidak hanya sekali, tetapi dua kali, trauma itu begitu hebatnya hingga membuat Adler kehilangan kesadarannya. Percumbuannya dengan kematian dan pengetahuannya akan kerapuhan tubuhnya itu membuat Adler tidak berdaya dan ketakutan. Ia memutuskan menjadi dokter karena ingin belajar mengalahkan kematian.
Adler menempuh studi kedokterannya di University of  Vienna, lulus pada tahun 1895  dan memulai prakteknya sendiri tidak lama kemudian, Ia menikah dua tahun kemudian dengan Raiss Epstein, dua dari empat anaknya kemudian juga menjadi psikolog. Pada awalnya mengambil spesialisasi dalam Ophthalmologi, dan kemudian dalam lapangan Psikiatri. Mula-mula bekerja sama dengan Freud dan menjadi anggota serta akhirnya menjadi presiden “Masyarakat Psikoanalisis Wina”.
Pada tahun 1902, Adler merupakan salah satu orang yang diundang untuk menghadiri beberapa seminar kecil lepas yang diadakan oleh Freud. Walaupun pandangannya berbeda dengan psikoanalis aliran Freud, Adler tetap menjadi anggota dari kelompok tersebut selama beberapa tahun. Akan tetapi, pada tahun 1911, perselisihan antara Freud dan Adler memuncak dan menjadi intens, Adler mengundurkan diri dari posisinya sebagai presiden Vienna Psychoanlity Society dan mengakhiri semua hubungannya dengan kelompok ini. Perbedaan tersebut, yang didominasi oleh Freud dan anggota lainnya , membantu Adler mempertimbangkan teori kepribadiannya sendiri. Ia lalu memulai perkumpulannya sendiri yang dinamakan Society for Free Psychoanalysis.
Salah satu perbedaan utama antara pandangan Adler dengan Freud adalah penekanan mengenai asal motivasi. Bagi Freud, motivator utama adalah kesenangan dan seksualitas. Bagi Adler, motivasi manusia jauh lebih kompleks daripada itu.

B.           Pokok – pokok Teori Adler
1.      Individualitas

Adler menyebut teorinya Psikologi Individual karena ia sangat percaya pada motivasi unik yang dimiliki oleh tiap individu dan pada pentingya tempat yang dipersepsikan masing-masing individu dalam masyarakat. Seperti Jung, Adler dengan tegas menyatakan pentingnya aspek teleology atau berorientasi pada tujuan, pada manusia. Perbedaan utama lain yang juga berhubungan dengan filosofinya adalah bahwa Adler, yang lebih peduli dengan kondisi sosial dibanding Freud, melihat pentingnya tindakan preventif untuk mencegah terjadinya gangguan kepribadian.
        Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unit) daripada kepribadian, yaitu individualita, kebulatan seta sifat-sifat khas pribadi manusia. Menurut Adler tiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang membawakan corak khas gaya hidupnya yang bersifat individual.
Bagi Adler (1930), inti dari kepribadian adalah pencarian dan perjuangan untuk menggapai superioritas. Ketika seseorang tenggelam dalam rasa ketidakberdayaan atau mengalami suatu peristiwa yang membuat dirinya tidak mampu berbuat apa-apa, orang tersebut kemungkinan akan merasa inferior.

2.               Finalisme Semu
Finalisme adalah suatu paham yang meyakini dan memercayai adanya finalitas (tujuan) dari segala fenomena yang dijumpai. Bagi seseorang dengan pikiran finalis, kenyataan yang dijumpai terlebih doktrin atau ideologi yang diyakini, dapat mengantarkannya pada tujuan tertentu. Finalisme fiktif atau semu diartikan sebagai cita-cita yang tidak mungkin direalisasikan, tetapi merupakan pelecut yang sungguh-sungguh nyata ke arah perjuangan manusia.
Sehabis memisahkan diri dari Freud, Adler lalu sangat dipengaruhi oleh filsafat “seakan‑akan” yang dirumuskan oleh Hans Vaihinger dalam bukunya yang berjudul Die Philosophie des Als-Ob (1911). Vaihinger mengemukakan bahwa manusia hidup dengan berbagai macam cita‑cita atau pikiran yang semata‑mata bersifat semu, yang tidak ada buktinya atau pasangannya dalam realitas. Gambaran‑gambaran semu yang demikian itu misalnya: “Semua manusia ditakdirkan sama”, “Kejujuran adalah politik yang paling baik”, “tujuan mengesahkan alat”, dan sebagainya. Gambaran‑gambaran semu itu memungkinkan manusia untuk menghadapi realitas dengan lebih baik. Gambaran‑gambaran semu tersebut adalah praduga-praduga penolong, yang apabila kegunaannya sudah tidak ada lagi lalu dapat dibuang.
Adler mengambil ajaran filsafat positivisme idealistis yang bersifat pragmatis itu dan disesuaikannya dengan pendapatnya sendiri. Di dalam filsafat Vaihinger itu Adler menemukan pengganti determinisme historis Freud yang menekankan faktor konstitusional serta pengalaman masa kanak‑kanak; Adler menemukan gagasan bahwa manusia lebih didorong oleh harapan‑harapannya terhadap masa depan daripada pengalaman‑pengalaman masa lampaunya.
Tiap orang mempunyai Leitlenie, yaitu rancangan hidup rahasia yang tak disadari, yang diperjuangkannya terhadap segala rintangan. Tujuan yang ingin dikejar manusia itu mungkin hanya suatu fiksi, yaitu suatu cita‑cita yang tak mungkin direalisasikan, namun kendatipun demikian merupakan pelecut yang nyata bagi usaha manusia, dan karenanya juga merupakan sumber keterangan bagi tingkah lakunya. Menurut Adler orang yang normal dapat membebaskan diri akhimya, dari fiksi ini, sedang orang yang neurotis tidak.

3.      Dorongan

Di dalam diri manusia terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatar belakangi segala tingkah lakunya, yaitu ;
a.       Dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada masyarakat
b.      Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada aku sendiri.
Mengenai dorongan keakuan ini pendapat Adler mengalami perkembangan sejak tahun 1908 dia telah sampai pada kesimpulan bahwa dorongan agresif lebih penting daripada dorongan seksual. Kemudian nafsu agresif ini diganti dengan keinginan berkuasa dan lebih kemudian lagi ini digantinya dengan dorongan untuk superior, dorongan untuk berharga, untuk lebih sempurna. Superior disini bukanlah keadaan yang obyektif, seperti kedudukan sosial yang tinggi dan sebagainya, melainkan adalah keadaan subyektif, pengalaman atau perasaan cukup berharga. Dorongan untuk berharga inilah yang ada dalam diri subjek, sebagai bagian dalam hidupnya.

4.      Konsep Rendah Diri dan Kompensasi

Sejak mula-mula menjadi dokter, Adler telah menaruh perhatian terhadap fungsi-fungsi jasmani yang kurang sempurna. Awalnya ia menyelidiki tentang kenapa apabila orang sakit menderita didaerah-daerah tertentu pada bagian tubuhnya, misalnya orang yang  menderita sakit jantung, ada yang menderita sakit paru-paru, sakit punggung dan sebagainya. Adler menjawabnya dengan: pada daerah tersebut terdapat kekurang sempurnaan (inferiority) baik karena dasar maupun kelainan dalam perkembangan. Adler kemudian memerluas pendapatnya tentang rasa rendah diri, yakni segala rasa yang kurang berharga karena ketidakmampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subjektif, ataupun karena keadaan jasmani yang kurang sempurna.
Pada mulanya Adler menyatakan Inferioritas (kekurangsempurnaan) itu dengan kompensasi yang meningkatkan kepercayaan dirinya. Adler memperluas pendapatnya rasa diri kurang atau rendah diri yang timbul tersebut karena adanya perasaan kurang berharga atau kurang mampu dalam bidang apa saja. Misalnya, seorang anak merasa kurang ketika membandingkan diri dengan orang dewasa sebab ada dorongan untuk mencapai tarap perkembangan yang lebih tinggi, apabila dia telah mencapai taraf perkembangan itu ia merasa kurang, dan kemudian dapat lebih percaya diri. Menurut Adler, rasa rendah diri itu, merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan individu, dimana dia dulunya merasa rendah diri, kemudian memberi kompensasi sehingga menjadi pendorong kearah kemajuan atau kesempurnaan (superior).

5.      Gaya Hidup dan Diri Kreatif

Gaya hidup adalah pengertian sentral alam teori Adler, yang melatarbelakangi sifat khas seseorang, sebagai landasan untuk memahami tingkah laku dari orang tersebut. Tiap orang mempunyai gaya hidup masing-masing, punya tujuan mencapai superioritas (kesempurnaan), yang membutuhkan cara untuk mencapai tujuan itu walaupun dengan inperiority yang dimiliki. Misalnya, menurut Adler gaya hidup ditentukan oleh inperioritas khusus yang dimiliki seseorang. Dimana gaya hidup adalah suatu bentuk kompensasi terhadap kekurangsempurnaan tersebut.
Setiap hal yang kita lakukan dibentuk dan dijelaskan oleh gaya hidup kita yang unik; itu akan menentukan aspek apa yang akan kita pegang dalam lingkungan. Gaya hidup dipelajari dari interaksi sosial pada masa awal kehidupan. Menurut Adler, gaya hidup dibentuk pada umur 4-5 tahun yang kemudian sulit diubah.
Gaya hidup juga dibentuk jadi kerangka yang mengarahkan perilaku berikutnya. Sifat dasar gaya hidup akan bergantung pada urutan kelahiran dan pada sifat relasi orang tua anak.
Dalam berbagai tulisannya Adler menggunakan istilah yang sama artinya dengan gaya hidup, kepribadian, individualitas, dan the self. Tapi apapun istilah yang digunakan, dalam tulisannya selanjutnya terdapat kepercayaan bahwa gaya hidup (the self) diciptakan oleh individu. Orang-orang menciptakan self mereka ketimbang dibentuk secara pasif oleh pengalaman masa anak-anak. Pengalaman itu sendiri tidak begitu penting seperti sikap seseorang terhadapnya. Adler menuliskan bahwa “tidak menghubungkan dirinya dengan dunia luar dalam kelakuan yang ditetapkan sebelumya…Dia menghubungkan dirinya selalu berdasarkan interpretasi terhadap dirinya sendiri”. Adler berpendapat bukan hereditas atau lingkungan yang menentukan kepribadian. Tetapi, cara kita mengalami pengaruh-pengaruh ini (“interpretasi yang dibuat dari pengalaman tersebut”) menyediakan dasar kontruksi kreatif bagi sikap kita terhadap lingkungan.
Dengan kata lain, Adler berpendapat eksistensi kebebasan invidual akan mengijinkan tiap orang membuat sendiri gaya hidup yang paling cocok diluar kemampuan dan pengalaman yang didapat dari lingkungan dan hereditas. Walaupun belum jelas bagaimana self kreatif ini bekerja, Adler besikeras gaya hidup kita tidak ditentukan untuk kita; kita bebas memilih dan menciptakan self-self kita sendiri. Pertama diciptakan, gaya hidup menyisakan nilai yang konstan sepanjang hidup dan merupakan karakter dasar kita yang menjelaskan sikap dan perilaku kita terhadap masalah di luar.
Adler menekankan pentingnya masalah hidup yang harus diatasi tiap individu, dan dia mengelompokan kedalam tiga kategori: problem yang melinatkan tingkah laku terhadap orang lain, problem pekerjaan, dan problem cinta. Adler menyatakan bahwa eksistensi empat gaya hidup dasar diambil oleh orang-orang untuk dapat bekerja sama dengan masalah-masalah tersebut.
Jenis pertama menunjukan dominant or ruling attitude (sikap memerintah); dengan sedikit atau tanpa sama sekali kesadaran dan minat sosial. Orang-orang tersebut senang berprilaku tanpa menghormati orang lain. Yang lebih berbahaya dari jenis ini akan menyerang orang lain secara langsung dan menjadi sadis, delikuen, dan ganas. Yang kurang berbahaya akan menjadi alkoholik, kecanduan obat, dan bunuh diri. Adler berpendapat bahwa melalui perilaku tersebut secara tidak langsung mereka menyerang orang lain. Dan dengan kata lain, mereka menyakiti orang lain dengan menyakiti diri sendiri.
Jenis gaya hidup kedua, -jenis getting (mendapat)- yang menurut Adler yamg terjadi paling umum, mengharapkan mendapat apa saja dari orang lain dan menjadi sangat tergantung pada orang lain.
Jenis ketiga, jenis Avoiding (menghindar); tanpa usaha untuk menghadapi masalah hidup. Dengan menghindari masalah, orang-orang tersebut menghindari kemungkinan kekalahan.
Seperti yang anda lihat ketiga jenis gaya hidup diatas tidak dipersiapkan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan masalah. Mereka tidak mampu bekerja sama dengan orang lain.
Jenis gaya hidup ke empat –jenis Socially Useful (bermanfaat sosial)- merupakan yang dapat bekerjasama dengan orang lain dan bertindak dalam kesesuaian dengan kebutuhan mereka. Orang-orang tersebut menyesuaikan permasalahan hidup kerangka sosial interes yang dikembangkan dengan baik.
Manusia hanya punya satu tujuan utama-superiotas atau perfeksion- tapi ada banyak tingkah laku spesifik yang digunakan individu untuk mengusahakan tujuan itu. Kita menunjukan usaha kita dengan cara yang berbeda-beda. Setiap dari kita mengembangkan pola tingkah laku, karateristik, dan kebiasaan yang unik untuk mencapainya. Dengan kata lain setiap orang mengembangkan gaya hidup yang berbeda. Untuk memahami bagaimana gaya hidup berkembang, kita harus kembali pada konsep perasaan inferior dan kompensasi.
Diri yang kreatif adalah penggerak utama dan pegangan bagi semua tingkah laku seseorang. Dimana diri yang kreatif akan memerikan penetapan tujuan dan cara pencapaian superoiritas yang diinginkan melalui pengoptimalan inerioritas yang dimiliki dalam bentuk kompensasi. Sehingga dirinya tetap berharga dilhat dari sisi yang berbeda.
Adler (Alwisol, 2004) berpendapat bahwa setiap orang memiliki kekuatan untuk bebas menciptakan gaya hidupnya sendiri-sendiri. Manusia itu sendiri yang bertanggungjawab tentang kesiapan dirinya dan bagaimana dia berprilaku. Manusia mempunyai kekuatan kreatif untuk mengontrol kehidupan dirinya, bertanggung jawab mengenai  tujuan finalnya, menentukan cara memperjuangkan mencapai tujuan itu, dan menyumbang pengembangan minat sosial. Kekuatan kreatif itu membuat setiap manusia menjadi bebas, bergerak menuju tujuan yang terarah.

6.      Penilaian Diri Individu

Menurur Adler seseorang dalam menilai dirinya perlu melalui beberapa fase:
a.          Mendapatkan pengertian yang benar mengenai diri sendiri,
b.         Berani menghadapi kenyataan hidup sewajarnya.
c.          Berani mengatasi kesukaran hidup secara wajar menuju pencerahan atau perubahan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN


§    Agus Sujanto,dkk.2001. Psikologi Kepribadian.Jakarta: Bumi Aksara.
Howard & Miriam.2006. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern.Jakarta: Erlangga.

2 komentar: