AUTIS
a.
Pengertian
Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang Autisme seakan-akan hidup di dunianya
sendiri. Istilah Autisme baru
diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo
Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (
Handojo, 2003 ).
Pemakaian istilah autis
kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater
dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun
1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala
kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak
biasa dan cara berkomunikasi yang aneh.
Kartono
(2000)
berpendapat bahwa Autisme
adalah gejala menutup diri sendiri
secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar keasyikan
ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
Kartono
(1989)
berpendapat bahwa Autisma/Autisme
adalah cara berpikir yang dikendalikan
oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan
penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas, oleh karena itu
menurut Faisal Yatim (2003), penyandang akan berbuat semaunya sendiri,
baik cara berpikir maupun berperilaku.
Autisma/Autisme
adalah gangguan yang parah pada
kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun
pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anak penyandang
autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002).
Yuniar
(2002) menambahkan
bahwa Autisme adalah gangguan perkembangan yang komplek,
mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan
sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai
keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat.
Autisme berlanjut sampai dewasa
bila tidak dilakukan upaya penyembuhan dan gejala-gejalanya sudah terlihat
sebelum usia tiga tahun.
Yuniar (2002) mengatakan
bahwa Autisme tidak pandang
bulu, penyandangnya tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata
sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.
Dari keterangan diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa Autisma/Autisme
adalah gejala menutup diri
sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar,
merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan
akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial,
tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.
Autis dapat terjadi pada
semua kelompok masyarakat kaya, miskin, di desa dikota, berpendidikan maupun
tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian
anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih
awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih
baik.
Jumlah anak yang terkena
autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen
sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus
autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir
dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar.
Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini
penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para
ahli dan dokter di dunia.Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada
60.000 – 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens
autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara
1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian
autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis.
Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 – 4 : 1, namun anak perempuan
yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang
berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah
penyandang namun diperkirakan jumlah anak austima dapat mencapai 150 — 200 ribu
orang.
b.
Gejala
Supratiknya
(1995)
menyebutkan bahwa penyandang autis
memiliki ciri-ciri yaitu penderita senang menyendiri dan bersikap
dingin sejak kecil atau bayi, misalnya dengan tidak memberikan respon (
tersenyum, dan sebagainya ), diberi makanan dan sebagainya, serta seperti tidak
menaruh perhatian terhadap lingkungan sekitar, tidak mau atau sangat sedikit
berbicara, hanya mau mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang
tidak jelas, tidak suka dengan stimuli pendengaran ( mendengarkan suara orang
tua pun menangis ), senang melakukan stimulasi diri, memukul-mukul kepala atau
gerakan-gerakan aneh lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan obyek, namun
sulit menangkap.
Adapun gangguan yang
dialami oleh anak Autis adalah:
1) Gangguan
dalam komunikasi verbal maupun nonverbal meliputi kemampuan berbahasa mengalami
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara. Menggunakan kata kata tanpa
menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.Berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat.
Kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain. Tidak mengerti atau tidak
menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. Nekolalia (meniru atau
membeo), menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya, bicaranya
monoton seperti robot, dan bicara tidak digunakan untuk komunikasi dan imik
datar.
2) Gangguan
dalam bidang interaksi sosial meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk
bertatap muka, tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli, merasa
tidak senang atau menolak dipeluk, bila menginginkan sesuatu maka ia menarik
tangan tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu
untuknya, tidak berbagi kesenangan dengan orang lain, saat bermain bila
didekati malah menjauh, bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan orang lain
dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
3) Gangguan
dalam bermain diantaranya adalah bermain sangat monoton dan aneh,bila senang
satu mainan tidak mau mainan lainnya, tidak menyukai boneka, tetapi lebih
menyukai benda yang kurang menarik seperti botol, gelang karet, baterai atau
benda lainnya, tidak spontan / reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam
bermain, tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan
yang bersifat pura pura, sering memperhatikan jari-jarinya sendiri atau kipas
angin yang berputar atau angin yang bergerak, perilaku yang ritualistik sering
terjadi sulit mengubah rutinitas sehari hari.
4) Gangguan
perilaku dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian
harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat
hiperaktif , mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti
burung terbang), ia juga sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala
atau membenturkan kepala di dinding, dapat menjadi sangat hiperaktif atau
sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong dengan tatap mata kosong, marah
tanpa alasan yang masuk akal, amat sangat menaruh perhatian pada satu benda,
ide, aktifitas ataupun orang, tidak dapat menunjukkan akal sehatnya, dapat
sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri, gangguan kognitif tidur,
gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
5) Gangguan
perasaan dan emosi dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis
atau marah tanpa sebab nyata, sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum),
terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan, sering mengamuk tak
terkendali (temper tantrum) bila keinginannya tidak didapatkannya, bahkan bisa
menjadi agresif dan merusak. Dan tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan
anak lain.
6) Gangguan
dalam persepsi sensoris meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya, pendengaran,
sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat, menggigit,
menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja, bila mendengar suara keras,
menutup telinga, menangis setiap kali dicuci rambutnya, merasakan tidak nyaman
bila diberi pakaian tertentu, tidak menyukai rabaan atau pelukan, bila
digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan, tidak menyukai
rabaan atau pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari
pelukan.
c.
Penyebab
Penyebab autis belum
diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena
multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia,
ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa.
Dan ada pula ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena
kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat
beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah
dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Beberapa teori yang
didasari beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari penyebab
dan proses terjadinya autis. Beberapa teori penyebab autis adalah : Genetik
(heriditer), teori kelebihan Opioid, teori Gulten-Casein (celiac),
kolokistokinin, teori oksitosin Dan Vasopressin, teori metilation, teori
Imunitas, teori Autoimun dan Alergi makanan, teori Zat darah penyerang kuman ke
Myelin Protein Basis dasar, teori Infeksi karena virus Vaksinasi, teori
Sekretin, teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut),
teori paparan Aspartame, teori kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu dan
teori orphanin Protein: Orphanin.
Walaupun paparan logam
berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya sebagian kecil saja
yang mengalami gejala autism. Hal ini mungkin berkaitan dengan teori genetik,
salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Beberapa penelitian anak
autism tampaknya didapatkan ditemukan adanya gangguan netabolisme metalotionin.
Metalotionon adalah
merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh tubuh dalam mendetoksifikasi air
raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam berat memiliki afinitas
yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan afinitas tersebut air raksa
memiliki afinitas yang paling kuat terhadat metalotianin dibandingkan logam
berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc.
Berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan bahwa gangguan
metalotianin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah : defisiensi
Zinc, jumlah logam berat yang berlebihan, defisiensi sistein, malfungsi
regulasi element Logam dan kelainan genetik, antara lain pada gen pembentuk
netalotianin
Peneliti dari Inggris
Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai
hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme.
Banyak penelitian lainnya yang dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan
luas memastikan bahwa imunisasi MMR tidak menyebabkan Autis. Beberapa orang tua
anak penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith
seorang warga negara Amerika bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis
dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan banyak orang tua anak penderta
autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autis disebabkan oleh reaksi
dari vaksinasi.
Penelitian dalam jumlah
besar dan luas tentunya lebih bisa dipercaya dibandingkan laporan beberapa
kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna secara umum. Namun penelitian
secara khusus pada penyandang autis, memang menunjukkan hubungan tersebut
meskipun bukan merupakan sebab akibat..
Banyak pula ahli melakukan
penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada jauh hari sebelum bayi
dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam
hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme. Patricia Rodier, ahli
embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat lahir yang
disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat
terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya,
Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang
mengendalikan pusat memori dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada
semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.
Karin Nelson, ahli
neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein otak dari contoh
darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai
kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein
tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini
berkembang menjadi autis dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autis
terjadi sebelum kelahiran bayi.
Saat ini, para pakar
kesehatan di negara besar semakin menaruh perhatian terhadap kelainan autis
pada anak. Sehingga penelitian terhadap autism semakin pesat dan berkembang.
Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang
tua yang otoriter terhadap anaknya. Kemajuan teknologi memungkinkan untuk
melakukan penelitian mengenai penyebab autis secara genetik, neuroimunologi dan
metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya
tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut
berkembang menjadi anak autis. Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam
menemukan penyebab utama autis sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.
v Penyebab
Autis menurut pandangan teori
·
Basis psikologis
1).
Teori psikoanalisis
Yang paling dikenal
adalah teori yang dikemukakan oleh Bruno Bettelhem (1967) dimana asumsi
dasarnya bahwa autis disebabkan oleh pengalaman masa lalu. Balita dapat menolak
orang tuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Bayi melihat
tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orang tua yang tidak responsif.
Maka, si anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki danpak apapun pada
dunia, kemudian menciptakan “benteng kekosongan” autisme untuk melindungi diri
dari penderitaan dan kekecewaan.
2).
Teori Behavioral
Beberapa teori
mengemukakan teori bahwa pengalaman belajar tertentu di masa kanak-kanak
menyebabkan autisme. Ferster (1961), berpendapat bahwa tidak adanya perhatian
dari orang tua, terutama ibu, mencegah terbentuknya berbagai asosiasi yang
menjadikan manusia sebagai penguat sosial.
3).
Psikososial
Menurut teori ini anak mengalami uatis kerena
minimnya lingkungan anak dengan struktur pembelajaran yang baik. Misalkan orangtua
yang sangat sangat sangat otoriter, keluarga tidak harmonis, anak menerima reward di saat
yg tidak tepat.
·
Basis Biologis
1).
Faktor-Faktor Genetik
Resiko autisme pada
saudara-saudara kandung dari orang-orang yang mengalami gangguan tersebut
sekitar 75 kali lebih besar dibanding jika kasus indeks tidak mengalami
gangguan autistik (McBride, Anderson, & Shapiro, 1996).dalam studi terhadap
orang kembar, menemukan 60-91 % kesesuaian bagi autisme antara kembar identik,
dibanding dengan tingkat kesesuaian 0-20 % pada kembar fraternal (Bailey dkk. ,
1995 ; LeCouter dkk., 1996 ; Steffenberg dkk.,1989).
2).
Faktor-Faktor Neurologis
Dari berbagai studi EEG,
banyak anak autis yang memiliki pola gelombang otak abnormal, adanya
tanda-tanda disfungsi otak. Abnormalitas neurologis tersebut menunjukkan bahwa
dalam masa perkembangan otak mereka, sel –sel otak gagal menyatu dengan benar
dan tidak membentuk jaringan koneksi seperti terjadi dalam perkembangan otak
secara normal.
Prevalensi autisme pada
anak yang ibunya terinfeksi rubella semasa hamil hampir 10 kali lebih besar
dibanding pada anak-anak dalam popilasi umum. Pada para individu dengan
autisme, berbagai daerah otak yang berhubungan dengan pemrosesan ekspresi wajah
(lobus temporalis) dan emosi (amigdala) tidak aktif selama melakukan tugas
tersebut (Critchley dkk., 2001).
Adapun beberapa penyebab dapat diikelompokkan dalam beberapa periode,
seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi.
·
PERIODE KEHAMILAN
Perkembangan janin dalam
kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya. Pertumbuhan dan perkembangan otak
atau sistem susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga
segala sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh.
Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku
anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme.
Beberapa keadaan ibu dan
bayi dalam kandungan yang harus lebih diwaspadai dapat berkembang jadi autism adalah infeksi selama persalinan
terutama infeksi virus. Peradarahan selama kehamilan harus diperhatikan sebagai
keadaan yang berpotensi mengganggu fungsi otak janin. Perdarahan selama
kehamilan paling sering disebabkan karena placental complications, diantaranya
placenta previa, abruptio placentae, vasa previa, circumvallate placenta, and
rupture of the marginal sinus. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan
transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak
janin. Perdarahan awal kehamilan juga berhubungan dengan kelahiran prematur dan
bayi lahir berat rendah. Prematur dan berat bayi lahir rendah tampaknya juga
merupakan resiko tinggi terjadinya autis perilaku lain yang berpotensi
membahayakan adalah pemakaian obat-obatan yang diminum, merokok dan stres
selama kehamilan terutama trimester pertama. Adanya Fetal Atopi atau Maternal
Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang diakibatkan masuknya bahan penyebab
alergi melalui ibu. Menurut pengamatan penulis, hal ini dapat dilihat adanya
Gerakan bayi gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan
sejak dalam kandungan terutama terjadi malam hari. Diduga dalam kedaaan
tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab tertentu
termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan.
Infeksi saluran kencing,
panas tinggi dan Depresi. Wilkerson dkk telah melakukan penelitian terhadap
riwayat ibu hamil pada 183 anak autism dibandingkan 209 tanpa autism. Ditemukan
kejadian infeksi saluran kencing, panas tinggi dan depresi pada ibu tampak
jumlahnya bermakna pada kelompok ibu dengan anak autisme.
·
PERIODE PERSALINAN
Persalinan adalah periode
yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi
yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan
dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya
adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk
otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan
ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik
dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya.
Gangguan persalinan yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat
terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi
selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan
erat lahir rendah ( < 2500 gram).
·
PERIODE USIA BAYI
Dalam kehidupan awal di
usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi dapat mengakibatkan
gangguan pada otak yang akhirnya dapat beresiko untuk terjadinya gangguan
autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya autism adalah
prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan :
kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan pencernaan : sering muntah, kolik,
sulit buang air besar, sering buang air besar, dan gangguan neurologI/saraf :
trauma kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan otot.
d.
Pencegahan
dan pengobatan
v pencegahan
Karena penyebab Autis
adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang mempengaruhi. Sehingga banyak
teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak ahli. Hal ini yang menyulitkan
untuk memastikan secara tajam faktor resiko gangguan autis. Faktor resiko
disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori penyebab autris yang telah
berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat resiko anak menjadi
autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut tentunya dapat dilakukan
tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada anak yang
beresiko.
·
Pencegahan saat kehamilan
Untuk mencegah gangguan
perkembangan sejak kehamilan, kita harus melihat dan mengamati penyebab dan
faktor resiko terjadinya gangguan perkembangan sejak dalam kehamilan. Untuk
mengurangi atau menghindari resiko yang bisa timbul dalam kehamilan tersebut
dapat melalui beberapa cara.
Adapun cara untuk mencegah
terjadinya gangguan tumbuh kembang sejak dalam kehamilan tersebut diantaranya
adalah periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan lebih
awal, kalu perlu berkonsultasi sejak merencanakan kehamilan. Melakukan
pemeriksaan skrening secara lengkap terutama infeksi virus TORCH (Toxoplasma,
Rubela, Citomegalovirus, herpes atau hepatitis). Periksa dan konsultasi ke
dokter spesialis kebidanan dan kandungan secara rutin dan berkala, dan selalu
mengikuti nasehat dan petunjuk dokter dengan baik.
Bila terdapat peradarahan
selama kehamilan segera periksa ke dokter kandungan. Perdarahan selama
kehamilan paling sering disebabkan karena kelainan plasenta. Kondisi tersebut
mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang
mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan pada awal kehamilan juga
berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat rendah. Prematur dan
berat bayi lahir rendah juga merupakan resiko tinggi terjadinya autism dan
gangguan bahasa lainnya.
Berhati-hatilah minum obat
selama kehamilan, bila perlu harus konsultasi ke dokter terlebih dahulu.
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan terutama trimester pertama. Peneliti
di Swedia melaporkan pemberian obat Thaliodomide pada awal kehamilan dapat
mengganggu pembentukan sistem susunan saraf pusat yang mengakibatkan autism dan
gangguan perkembangan lainnya termasuk gangguan berbicara. Bila bayi beresiko
alergi sebaiknya ibu mulai menghindari paparan alergi berupa asap rokok, debu
atau makanan penyebab alergi sejak usia di atas 3 bulan. Hindari paparan
makanan atau bahan kimiawi atau toksik lainnya selama kehamilan, jaga higiene,
sanitasi dan kebersihan diri dan lingkungan, konsumsilah makanan yang bergizi
baik dan dalam jumlah yang cukup, dan konsumsi vitamin dan mineral tertentu
sesuai anjuran dokter secara teratur.
Adanya Fetal Atopi atau
Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang diakibatkan masuknya bahan
penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan penulis, bila dilihat adanya
gerakan bayi gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan
sejak dalam kandungan terutama terjadi malam hari. Diduga dalam kedaaan
tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab tertentu
termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan. Bila
gerakan bayi dan gerakan hiccups/cegukan pada janin yang berlebihan terutama
pada malam hari serta terdapat gejala alergi atau sensitif pencernaan salah
satu atau kedua orang tua. Sebaiknya ibu menghindari atau mengurangi makanan
penyebab alergi sejak usia kehamilan di atas 3 bulan. Hindari asap rokok, baik
secara langsung atau jauhi ruangan yang dipenuhi asap rokok. Beristirahatlah
yang cukup, hindari keadaan stres dan depresi serta selalu mendekatkan diri
dengan Tuhan.
·
PENCEGAHAN SAAT
PERSALINAN
Persalinan adalah periode
yang paling menentukan dalam kehidupan bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi
yang timbul selama periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan
dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya
adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk
otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan
ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik
dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya
Beberapa hal yang terjadi
saat persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya perkembangan dan
perilaku pada anak, sehingga harus diperhatikan beberapa hal penting. Melakukan
konsultasi dengan dokter spesialis kandungan dan kebidanan tentang rencana
persalinan. Dapatkan informasi secara jelas dan lengkap tentang resiko yang
bisa terjadi selama persalinan. Bila terdapat resiko dalam persalinan harus
diantisipasi kalau terjadi sesuatu. Baik dalam hal bantuan dokter spesialis
anak saat persalinan atau sarana perawatan NICU (Neonatologi Intensive Care
Unit) bila dibutuhkan.
Bila terdapat faktor resiko
persalinan seperti : pemotongan tali pusat terlalu cepat, asfiksia pada bayi
baru lahir (bayi tidak menangis atau nilai APGAR SCORE rendah < 6 ),
komplikasi selama persalinan, persalinan lama, letak presentasi bayi saat lahir
tidak normal, berat lahir rendah ( < 2500 gram) maka sebaiknya dilakukan
pemantauan perkembangan secara cermat sejak usia dini.
·
PENCEGAHAN SEJAK
USIA BAYI
Setelah memasuki usia bayi
terdapat beberapa faktor resiko yang harus diwaspadai dan dilakukan upaya
pencegahannya. Bila perlu dilakukan terapi dan intervensi secara dini bila
sudah mulai dicurigai terdapat gejala atau tanda gangguan perkembangan. Adapun
beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukanl
Amati gangguan saluran
cerna pada bayi sejak lahir. Gangguan teresebut meliputi : sering muntah, tidak
buang besar setiap hari, buang air besar sering (di atas usia 2 minggu lebih 3
kali perhari), buang air besar sulit (mengejan), sering kembung, rewel malam
hari (kolik), hiccup (cegukan) berlebihan, sering buang angin. Bila terdapat
keluhan tersebut maka penyebabnya yang paling sering adalah alergi makanan dan
intoleransi makanan. Jalan terbaik mengatasi ganggguan tersebut bukan dengan
obat tetapi dengan mencari dan menghindari makanan penyebab keluhan tersebut.
Gangguan saluran cerna yang berkepanjangan akan dapat mengganggu fungsi otak
yang akhirnya mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak.
Bila terdapat kesulitan
kenaikkan berat badan, harus diwaspadai. Pemberian vitamin nafsu makan bukan
jalan terbaik dalam mengobati penyandang, tetapi harus dicari penyebabnya. Bila
terdapat kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan
metabolik, maka harus dilakukan perawatan oleh dokter ahli. Harus diamati tanda
dan gejala autism secara cermat sejak dini.
Demikian pula bila terjadi
gangguan neurologi atau saraf seperti trauma kepala, kejang (bukan kejang demam
sederhana) atau gangguan kelemahan otot maka kita harus lebih cermat mendeteksi
secara dini gangguan perkembangan.
Pada bayi prematur, bayi
dengan riwayat kuning tinggi (hiperbilirubinemi), infeksi berat saat usia bayi
(sepsis dll) atau pemberian antibiotika tertentu saat bayi harus dilakukan
monitoring tumbuh kembangnya secara rutin dan cermat terutama gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak.
Bila didapatkan
penyimpangan gangguan perkembangan khususnya yang mengarah pada gangguan
perkembangan dan perilaku maka sebaiknya dilakukan konsultasi sejak dini kepada
ahlinya untuk menegakkan diagnosis dan intervensi sejak dini.
Pada bayi dengan gangguan
pencernaan yang disertai gejala alergi atau terdapat riwayat alergi pada orang
tua, sebaiknya menunda pemberian makanan yang beresiko alergi hingga usia
diatas 2 atau 3 tahun. Makanan yang harus ditunda adalah telor, ikan laut,
kacang tanah, buah-buahan tertentu, keju dan sebagainya.
Bayi yang mengalami
gangguan pencernaan sebaiknya juga harus menghindari monosodium glutamat (MSG),
amines, tartarzine (zat warna makanan), Bila gangguan pencernaan dicurigai
sebagai Celiac Disease atau Intoleransi Casein dan Gluten maka diet harus bebas
casein dan Gluten, Ciptakan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang baik
secara kualitas dan kuantitas, hindari rasa permusuhan, pertentangan, emosi dan
kekerasan.
Bila terdapat faktor resiko
tersebut pada periode kehamilan atau persalinan maka kita harus lebih waspada.
Menurut beberapa penelitian resiko tersebut akan semakin besar kemungkinan
terjadi autism. Selanjutnya kita harus mengamati secara cermat tanda dan gejala
autism sejak usia 0 bulan. Bila didapatkan gejala autism pada usia dini, kalau
perlu dilakukan intervensi sejak dini dalam hal pencegahan dan pengobatan.
Lebih dini kita melakukan intervensi kejadian autism dapat kita cegah atau
paling tidak kita minimalkan keluhan yang akan timbul. Bila resiko itu sudah
tampak pada usia bayi maka kondisi tersebut harus kita minimalkan bahkan kalau
perlu kita hilangkan. Misal kegagalan kenaikkan berat badan harus betul-betul
dicari penyebabnya, pemberian vitamin bukan jalan terbaik untuk mencari
penyebab kelainan tersebut.
Demikan pula gangguan
alergi makanan dan gangguan pencernaan pada bayi, harus segera dicari
penyebabnya. Yang paling sering adalah karena alergi makanan atau intoleransi
makan, penyebabnya jenis makanan tertentu termasuk susu bayi. Pemberian
obat-obat bukanlah cara terbaik untuk mencari penyebab gangguan alergi atau
gangguan pencernaan tersebut. Yang paling ideal adalah kita harus menghindari
makanan penyebab gangguan tersebut tanpa bantuan obat-obatan. Obat-obatan dapat
diberikan sementara bila keluhan yang terjadi cukup berat, bukan untuk
selamanya.
v Pengobatan
Penanganan untuk anak
autis biasanya mencoba mengurangi perilaku mereka yang tidak wajar dan
meningkatkan keterampilan komunikasi dan sosial. Meski teori biologis labih
banyak mendapat dukungan empiris, intervensi psikologislah yang paling
menjanjikan.
(a)
Penanganan Behavioral Untuk Anak dengan Autis
Dengan Modelling dan
Pengondisian Operant, para terapis perilaku mengajari anak-anak autis untuk
berbicara, mengubah bicara ekolalik mereka, mendorong mereka untuk bermain
dengan anak lain, dan membantu mereka secara umum menjadi lebih responsif
kepada orang dewasa.
Para orang tua diberi
pelatihan ekstensif sehingga penanganan dapat terus dilakukan hampir selama
waktu terjaga anak-anak tersebut. Anak diberi hadiah bila berperilaku kurang agresif, lebih
patuh, dan lebih berperilaku pantas secara sosial, misalnya berbicara dan
bermain dengan anak lain. Tujuan program ini adalah membaurkan anak-anak
tersebut dengan asumsi bahwa anak autis seiring membaiknya kondisi mereka, akan
lebih memperolah manfaat bila berbaur bersama anak normal. Pendidikan yang
diberika oleh orang tua bagi anak dari pada penanganan berbasis klinik atau
rumah sakit.
Salah satu intervensi
berbasis komunitas yang berupaya melibatkan orang tua dalam proses penanganan
adalah Treatment and Education of Autistic and related Communication
Handicapped Children (TEACHC).
(b)
Penanganan Psikodinamik bagi Anak-Anak Autis
Menurut Bruno Bettelheim
(1967, 1974), atmosfer yang hangat dan penuh kasih sayang harus diciptakan
untuk mendorong si anak memasuki dunia. Kesabaran sebagai penerimaan positif
tanpa syarat diyakini merupakan hal yang perlu dilakukan oleh anak autis untuk
memulai mempercayai orang lain dan untuk mengambil kesempatan dalam membangun
hubungan dengan orang lain.
(c)
Penanganan dengan Obat-Obatan
Obat yang paling umum
digunakan adalah haloperidol, suatu obat antipsikotik yang sering digunakan
untuk menangani skizofrenia. Beberapa studi menunjukkan bahwa obat ini
mengurangi penarikan diri dari kehidupan sosial, perilaku motorik stereotipik,
dan perilaku maladaptif, seperti melukai diri sendiri dan agresi.namun, obat
ini tidak menunjukkan efek positif untuk aspek-aspek lain gangguan autistik,
seperti hubungan interpersonal yang abnormal dan hendaya bahasa.
Para peneliti meneliti
suatu antagonis reseptor opioid, neltrakson, dan menemukan bahwa obat ini
mengurangi hiperaktivitas pada anak anak autis dan cukup meningkatkan perilaku
memulai interaksi sosial. Selain itu juga menunjukkan sedikit peningkatan dalam
perilaku memulai komunikasi. Namun obat tersebut tampaknya tidak berpengaru
pada simtom-simtom utama autisme, dan beberapa bulti menunjukkan bahwa dalam
dosis tertentu obat tersebut dapat meningkatkan perilaku melukai diri sendiri (Anderson
dkk, 1997).
Sumber:
Davison, Gerald C dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada
Nevid, Jeffrey S dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar