BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Minat psikologi pada
perkembangan moral pada awalnya dipusatkan pada disiplin yaitu jenis disiplin
yang mendidik anak menjadi individu yang mematuhi hukum, dan pengaruh disiplin
tersebut pada penyesuian pribadi dan sosial. ”Secara bertahap minat psikologi
bergeser ke arah perkembangan moral – kepola yang normal untuk aspek
perkembangan ini dan usia seorang anak dapat diharapkan bersikap sesuia dengan
cara yang disetujui masyarakat”(Elizaberh B. Hurlock, 1978: 74 ). Budaya sangat
mempengaruhi perkembangan manusia dalam melakukan kegiatan sehari-hari terutama
perkembangan moral anak yang merupakan penerus bangsa yang selanjutnya. Yang
sangat menonjol sekali adalah
perkembangan moral yang mana menurut Kolhberg menyatakan ”adanya
tahap-tahap yang berlangsung sama pada setiap kebudayaan” (Sunarto dan B. Agung
Hartono, 2006 :176). ”Nilai- nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat, misalnya adat istiadat dan sopan santun” ( Sunarto dan B.
Agung Hartono, 2006 : 168). Tindakan moral harus rasional dan untuk menjadi
rasional maka alasannya musti operatif, tidak semata-mata rasionalisasi.
Singkat kata, ”seseorang harus bertindak sebagai makhluk moral” ( Cheppy HC,
1988 : 12).
Dalam kehidupan
sehari-hari moral ini harus dilaksanakan supaya perkembangan moral anak itu
berjalan dengan lancar dan diterima dalam berhubungan sosial. Prof. Darji
Darmodiharjo ( Dalam Bambang Daroeso, 1986 : 125) ”mengajar” adalah satu isi
dari pendidikan yang terdiri dari : 1) mendidik, 2) mengajar dan 3) melatih. ”Pendidikan
dan perlakuan orang tua terhadap anak hendak menjamin segala kebutuhannya, baik
fisik maupun psikis dan sosial” ( Zakiah Daradjat, 1977 : 21). Sehingga si anak
merasa aman, tentram dan hidup tanpa kecewa. ”Orang tua menjadi pendidik
pertama dan utama pada masa kanak-kanak” ( Zahara Idris dan Lisma Jamal, 1992 :35).
Dengan orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga diharapkan moral anak
menjadi lebih baik sehingga perilaku menyimpang tidak mempengaruhi perkembangan
moral anak. ”Fungsi ibu sebagai pendidik utama dan pertama dalam keluarga” (
Sahlan Syafei, 2002: 119). Dengan ibu sebagai pendidik anak dalam keluarga
berguna dalam mendukung perkembangan dalam diri anak, yaitu sifat-sifat
altruistik, kesadaran tentang diri sendiri dan orang tua.Menurut Havighurst (Dalam
Elida, 2005:144), tugas perkembangan anak usia sekolah (6 - 12 tahun) antara
lain adalah :
1. Belajar bergaul dan bekerja sama dalam kelompok sebaya
2. Mengembangkan keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung
3. Mengembangkan konsep-konsep penting dalam kehidupan sehari-hari
4. Mengembangkan hati nurani, moralitas, dan system nilai sebagai pedoman perilaku
5. Belajar menjadi pribadi yang mandiri
1. Belajar bergaul dan bekerja sama dalam kelompok sebaya
2. Mengembangkan keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung
3. Mengembangkan konsep-konsep penting dalam kehidupan sehari-hari
4. Mengembangkan hati nurani, moralitas, dan system nilai sebagai pedoman perilaku
5. Belajar menjadi pribadi yang mandiri
Pada masa ini, pengertian anak
tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku
di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat
di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau
aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya
perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
Dengan penjelasan dari atas maka
saya tertarik dalam memgangkat makalah dengan judul ” Peran Orang Tua Dalam
Mengembangkan Moral Anak-Anak Usia 6-12 Tahun”
- RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini
penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1.
Hakekat
moral
2.
Pengertian
moral.
3.
Ciri-ciri
khas perkembangan anak usia 6-12 tahun
4.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan moral anak
5.
Usaha-usaha
orang tua mengembangkan moral anak
- TUJUAN MASALAH
Tujuan makalah ini dibuat adalah
agar kita dapat mengetahui peran orang tua dalam mengembangkan moral anak,
sehingga orang tua bisa memberikan layanan-layanan yang sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan anak.
Selain itu makalah ini dibuat
melengkapi tugas pada mata kuliah Dasar Logika dan Penulisan Ilmiah.
- BATASAN MASALAH
Agar tulisan ini tidak menyimpang
dari tujuan yang diharapkan maka penulis hanya membahas tentang peran orang tua
dalam mengembangkan moral anak dan faktor-faktor yamg mempengaruhi moral anak.
BAB II
PEMBAHASAN
- Hakekat moral
Secara estimologi kata
”moral”berasal dari kata Latin ”mos” yang berarti tata-cara,adat istiadat atau
kebiasaan, sedangkan jamaknya adalah ”mores”. Dalam arti adat istiadat atau
kebijaksanaan, kata ”moral” mempunyai arti yang sama dengan bahasa Yunani
”ethos”,yang menurunkan kata ”etika”. Dalam bahasa Arab kata ”moral” berarti
budi pekerti adalah sama dengan ”akhlak”, sedangkan dalam bahasa Indonesia,
kata ”moral” dikenal dengan arti ”kesusilaan”. . ( Bambang Daroeso, 1989:22).
Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, disusun oleh
W.J.S Purwadarminta, kata ”moral” berarti ajaran tentang baik buruk perbuatan
dan kelakuan ( akhlak, kewajban, dsb.), sedangkan ”Moral” atau kesusilaan ”
adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia.. (Bambang Daroeso, 1989:22). Jadi
dari kesimpulan yang para ahli kemukakan bahwa moral atau kesusilaan adalah
kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan adalah tuntutan kodrat manusia.
Manusia yang memiliki moral dalam kehidupannya dihargai orang karena nilia budi
luhur yang ada dalam dirinya sehingga merasa dekat atau senang berada
berhubungan dengan dia.
A study originally made in
1923 and repeated in 1953 shows the changes in ideas of right and wrong with
age and also with the passage of two decades.(L,Pressey and A.W. Jones.
1955)halaman 532. Menurut
Flavell, ”seharusnya anak umur tujuh tahun atau delapan tahun telah
memiliki keterampilan role taking yang
sempurna”( Elida Prayitno, 2005:175 ). Menurut
Surakhmad (dalam Sunarto dan B.Agung Hartono, 2006:168 ) menyatakan:
Dengan perkembangan anak tujuh atau delapan tahun kemampuan role taking
lebih tinggi, karena altruistik yang lebih tinggi pula dibandingkan dengan
dibandingkan tingkah laku altruistik anak yang tingkah laku role taking –nya
rendah ajaran pengetahuan dan tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi
positif yang tinggi
.
Hal ini
disebabkan pengetahuan yang tinggi, tidak menjamin seseorang bisa memiliki
moral yang baik. “This last point is further
emphasized by another study that shows no relation between moral knowledge and
moral behavior”(D.McRae.dalam Lawrence E. Shapiro,1997:530 ). Namun, ketika anak-anak memiliki moral yang baik,
otomatis mereka bisa menilai mana pendidikan yang baik dan buruk. Peran
orangtua dalam mempersiapkan anak-anak yang memiliki visi dan masa depan
sangatlah penting. Lewat orangtua, anak-anak belajar segala sesuatu mengungkapkan
bahwa penguasaan tingkah laku empati merupakan dasar bagi perkembangan moral
anak(Elida Prayitno, 2005:175 ). Wila Huky B.A. mengatakan : kita memahami
moral dengan tiga cara:
a.
Moral
sebagai tingkah aku hidup manusia, yang mendasarkan diri pada kesadaran, bahwa
ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku dalam ligkungannya.
b.
Moral
sebgai perangkat ide – ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar
tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam linkungan tertentu.
c.
Moral
adalah ajaran tentang tigkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup
atau agama tertentu (Bambang Daroeso, 1989:22).
- Pengertian moral
Santrock dan Yusen ( Dalam Elida dan
Erlamsyah, 2002:97 ) mengemukakan bahwa ”moral adalah kebiasaan atau aturan
yang harus dipenuhi oleh seseorang dalam berintegrasi dengan orang lain,
seperangkat aturan yang menyangkut baik atau buruk pantas atau tidak yang harus
dilakukan dalam kehidupan sosial” ( Elida dan Erlamsyah, 2002:97 ). Kolhberg
dan Piaget ( Dalam Elida, 2005:97 ) mengemukakan bahwa ”moral itu meliputi tiga
pengertian yang berbeda satu sama lain yaitu pandangan moral, tingkah laku
moral, dan perasaan moral”. Pandangan moral yaitu pendapat atau pertimbangan
seseorang, tingkah laku moral adalah tindakan yang sesuai dengan aturan, dan
perasaan moral adalah perasaan yang timbul pada diri individu setelah ia
menganbil bertingkah laku bermoral atau tidak. Menurut E. Hurlock perilaku
moral itu ada 3 ( tiga ) yaitu :
1) Perilaku moral
berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. ”Moral” berasal
dari kata Latin mores, yang berarti
tatacara, kbiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep-konsep moral –
peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan
yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok. 2)
Perilaku tak bermoral ialah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial.
Perilaku demikian tidak disebabkan ketidakacuhan akan harapan sosial melainkan
ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan
diri. 3) Perilaku amoral atau nonmoral lebih disebabkan ketidakacuhan terhadap
harapan kelompok sosial daripada pelanggaran sengaja terhadap standar kolompok.
Beberapa di antara perilaku salah anak kecil lebih bersifat amoral daripada tak
bermoral.( Elizabeth B. Hurlock, 1978:74 )
Just two thirds of the pupils showed a slidding scale of
morality by condoning stealing under at least one and often several such
circumstances as these:
1. Steiling
from a corporation,not an individual.
2. Stealing
from either corporation or individual who would never notice the loss.
3. Stealing
whatever careless people had left lying around.
4. Stealing
from people who are strangers or members of a despired racial or social group .
5. Stealing
things of low intrinsic value.
6. Stealing
from members of the family.
7. Stealing
that is never detected.
8. Stealing
from a person whom you dislike or who has been disagreeable to you (Lawrence E.
Shapiro,1997:529).
”Perkembangan
moral erat kaitannya dengan perkembangan kognitif” ( Piaget dalam Elida dan Erlamsyah,
2002: 99 ). Moral seseorang erat kaitannya dengan cara berpikirnya.
Perkembangan moral berlangsung melalui proses latihan dan peniruan ( Badura
dalam Elida dan Erlamsyah, 2002:98 ). ”Perkembangan moral anak melalui peniruan
tingkah laku orang yang dilihat disekitarnya dan proses peniruan ini dengan
cara mengamati tingkah laku orang dewasa atau model yang berada disekitarnya”(
Elida dan Erlamsyah, 2002:99 ). Keberhasilan perkembangan moral berarti
dimiliki emosi dan perilaku yang mencerminkan kepedulian akan orang lain:
saling berbagi, bantu-membantu, saling menumbuhkan, saling mengasihi, tenggang
rasa, dan kesediaan mematuhi aturan-aturan masyarakat agar menjadi manusia
bermoral
(Lawrence E. Shapiro, 1997:46). William Damon, seorang
professor di Brown Universitas, yang dianggap salah satu pakar terkemuka
Amerika dalam perkembangan moral anak- anak dam remaja, menyatakan bahwa
anak-anak harus mendapatkan keterampilan emosional dan sosial sebagai berikut:
1.
Mereka harus mengikuti dan memahami perbedaan antara
perilaku yang “baik” dan yang “buruk” dan mengembangkan kebiasaan dalam hal
perbuatan yang konsisten dengan sesuatu yang dianggap “baik”.
2.
Mereka harus mengembangkan kepedulian, perhatian, dan
rasa tanggung jawab atas kesejahteraan dan hak- hak orang lain, yang
diungkapkan melalui sikap peduli, dermawan, ramah, dan pemaaf.
3.
Mereka harus merasakan reaksi emosi negatif seperti
malu, bersalah, marah, takut, dan rendah bila melanggar aturan moral (Lawrence
E. Shapiro, 1997:46)
- Ciri-ciri khas Perkembangan anak usia 6-12 tahun
Pada umur 6-12 tahun anak biasanya menunjukan
ciri-ciri khas sebagai berikut:
1.
Anak
sudah memiliki sikap agresi
Sagner (Dalam Elida, 2005: 130) ” tingkah
laku agresif yaitu tingkah laku yang cenderung menyakiti orang lain, binatang
atau objek”. Tingkah laku agresif bermacam-macam misalnya memukul, berbicara
kasar dan tindakan menyerang. Tingkah agresif pada anak cenderung dalam
penyarangan fisik. ”Agresif banyak ditentukan oleh faktor lingkungan yaitu
melalui model, pemberian hukuman, ganjaran dan perasaan kecewa” ( Elida, 2005: 132 ). ”Anak melakukan
perilaku agresif berdasarkan hal yang sering dilihatnya lalu mereka
mengidentifikasi diri sama seperti model yang dilihatnnya” ( Fanzoi, 2000:13 ).
Tingkah laku individu diperoleh dari
hasil balajar melalui pengamatan (observasitas) atas tingkah laku yang
ditampilkan oleh model yang dijadikan sebagai model. ”Anak akan menyimpang
tingkah laku yang diamati didalam ingatan lalu ia coba untuk mengungkap ulang
tingkah laku model yang dialaminya itu” (E. Koeswara, 1988:41).
Bandura (Dalam E.Koeswara, 1988:42)
menyimpulkan bahwa ”agresif bisa dipelajari dan terbentuk dalam individu hanya
dengan cara maniru atau mencontoh agresi yang dilakukan oleh model yang
disenangi”. Motivasi anak untuk mencontoh agresi yang ditampilkan oleh model
akan kuat apabila si model memiliki daya tarik yang kuat serta memberikan
pengaruh yang menyenagkan bagi diri.
2.
Dorongan
rasa ingin tahunya sangat kuat dan besar
Anak sering mengajukan berbagai
pertanyaan dan meneliti objek.
3.
Periode
aktif produktif.
4.
Suka
meimitasi model yang disukainya
Imitasi merupakan proses peniruan,
ingin sama dengan individu yang disenangi. Imitasi ini merupakan salah satu
mekanisme yang membentuk perilaku anak. ”Anak mempunyai kecenderungan untuk
meniru orang lain dan melakukan apa yang dilihatnya” (Chen, 1996:12). ”Anak
lebih meniru orang dewasa yang disukainya sebagai model” (Fanzoi, 2000:14)
”Melalui proses imtasi anak menumjukan perilaku
agresif” (Fanzoi, 2000:13). ”Anak tidak melakukan imitasi sembarangan, mereka
lebih sering meniru orang-orang tertentu yang berkuasa, penting atau idola dan
memiliki kemiripan yang sama dengan dirinya” ( Fanzoi, 2000:14). Dan anak bisa
meimitasi apa yang dilihatnya ditelevisi dan tayangan yang disukai apabila yang
memiliki nasip atau kemiripan dengan nya, semakin besar tingkat kemiripan anak
dengan model maka semakin besar perilaku imitasi dan agresi yang ditampilkan anakn ( Fanzoi, 2000:32). ”Karakter anak yang masih labil maka akan
lebih mudah untuk melakukan imitasi” (Abu Said, 2005:31).
5.
Memiliki
ingatan yang sangat kuat mampu berpikir konkrit
Fanzoi(2000:34) mengemukan bahwa
berdasarkan ”hasil eksperimen yang diperoleh ternyata cuplikan film sepanjang tujuh menit, bisa menimbulkan
pengaruh beberapa jam”. ”Menonton tayangan telivisi mampu membuat orang
mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar dari televisi walaupun
sekali tayang, dan bisa mengingat 85% dari apa yang mereka lihat dari televisi setelah
tiga jam kemudian dan 65% setelah tiga hari kemudian” (Abu Said, 2005:16).
6.
Perkembangan
moral dari heteronom ke otonom
Perkembangan moral anak yang berumur
6-7 tahun yaitu perkembangan moral heteronom maksudnya adalah baik buruk segala
sesuatu dilihatnya berdasarkan hasil akibat yang dihasilkan. Sedangkan anak
yang berumur 8-12 tahun sedang perkembangan moral otonom yang melihat baik
buruk sesuatu berdasarkan maksud dan tujuan orang bertingkah laku. Menurut Piaget (Dalam Elida dan Erlamsyah,
2002;100)
”Pada umur 5-7 tahun cara berpikir anak
perkembangan berpikir konkrit taraf satu”. Anak memahami tingkah laku baik
benarnya tergantung apakah tingkah laku itu memuaskan dan menimbulkan
kenikmatan pada diri sendiri atauorang lain (hedonisme). Dan pada anak berumur
8-12 tahun perkembangan moralnya yaitu insrumental dan hedonisme dan tahap
berpikir kognitif tahap dua.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi moral anak
Menurut para ahli psikonalisa
disamping faktor-faktor kognitif, faktor lingkungan sosial sangat penting
artinya bagi perkembangan moral anak. Anak menjadikan orang tua dan orand
dewasa lainnya sebagai model atau membelajarkan mereka langsung mengenai moral.
Pembelajaran anak tentang moral adalah melalui disiplin yang dilakukan orang
tua terhadap anak.
1.
Orang Tua atau Guru sebagai model.
Menurut teori psikonalisa ”moralitas
atau kesusilaan adalah bagian dari kata hati atau superego seseorang” ( Sarlito
W, 1976:18). Superego terbentuk pada anak karena mengidentifikasikan orang tua
yang sejenis kelamin. Ini berarti hilingnya sifat ”Oedipus Complex”
Menurut Freud ( Dalam Mudjiran,
2000:93) ”baik pria atau wanita meniru tingkah laku orang tua yang sejenis
kelamin sama adalah karena keinginan untuk menjadi seperti orang tua”. ”Anak laki-laki seperti ayah dan
anak perempuan ingin seperti ibunya. Peniruan terhadap orang tua bukan karena takut tidak diterima” demikian
Bronfenbrenner (Dalam Mujiran, 2000:93). Selanjutnya Bronfenbrenner (Dalam
Mujiran, 2000:93) mengemukakan bahwa
seorang anak meniru seluruh atau
sebagain aspek-aspek tingkah laku orang tua mereka yang berikut, yaitu:
a. Keseluruhan tingkah laku
b. Motivasi
c. Aspirasi
Aspek-aspek tingkah laku yang ditiru
dari orang tua dipadukan atau diuji dengan kenyataan yang berada dalam
lingkungan, sehingga terjadilah indetifikasi analitik yang hasilnya
identifikasi tingkah laku yang diperoleh.
2.
Disiplin
yang dilakukan Orang Tua.
Hoffan dan Saltztein (Dalam Elida, 2005:110), ”mencoba mengetahui hubungan
antara perkembangan moral anak dengan disiplin orang tua”. Temuan penelitian
mereka menyimpulkan bahwa orang tua yang mempergunakan teknik disiplin
cenderung menyebabkan perkembangan moral anak sangat baik, sedangkan penggunaan
disiplin berkuasa atau otoriter cenderung menyebabkan perkembangan moral anak
yang lemah.
Hal ini disebabkan penggunaan teknik induksi menyebabkan meningkatkan
kemampuan kognitif yang berpengaruh besar terhadap pemahaman moral. Keaaaan ini
tidak terjadi jika digunakan teknik disiplin yang lain seperti teknik menghukum
dan memgabaikan. Menurut Hoffman dan Saltztein (Dalam Elida, 2005:110) ”penggunaan
penairkan cinta (love- withdrawal) tidak mendukung perkembangan moral anak,
karena teknik ini terlalu menyuburkan perasaan bersalah yang irrasional dalam
diri anak, namun tidak kuat menahan godaan”. Hoffman (Dalam Elida, 2005:111),
juga meneliti pengaruh keberadaan orang tua lelaki dalam keluarga terhadap
perkembangan moral anak. Anak pria yang ayahnya tidak ada, skor moralnya lebih
rendah dari anak pria yang ayahnya tinggal bersama. Terjadi peristiwa ini dapat
dikelaskan sebagai berikut :
a.
Para
ayah dapat memberikan pengarahab alngsung cara bertingkah laku yang sesuia
dengan standar moral, dalam situasi yang tidak disiplin.
b.
Peranan
disiplin dari ayah menjadi terancam, kalau disiplin terlalu banyak ditangani
oleh ibu. Memang tidak dapat disangkal bahwa pengaruh ibu lebih besar terhadap
perkembangan moral anak daripada pengaruh ayah.
Dari berbagai penelitian yang dilakukan Hoffan dan Saltztein (Dalam Elida,
2005:111) tentang hubungan antara disiplin orang tua dan perkembangan moral
anak dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.
Orang
tua dapat menonjolkan kekuasaan dalam mendisiplinkan anak, dapar melemahkan
perkembangan moral anak.
b.
Orang
tua yang melaksanakan disiplin penarikan cinta, menimbulkan pengaruh buruk atau
negatif bagi perkembangan moral anak.
c.
Orang
tua yang menggunakan disiplin induksi, dapat meninggalkan perkembangan moral
anak.
d.
Disiplin
yang dilakukan ayah jarang mempengaruhi perkembangan moral anak.
e.
Perasaaan
kasih sayang yang diberikan orang tua melalui tingkah laku yang ramah hangat,
dan sentuhan-sentuhan fisik, sangat positif akibatnya terhadap perkembangan
moral anak, terutama kasih sayang dari ibu.
3.
Interaksi
dengan teman sebaya.
Piaget menyatakan bahwa ”interaksi dengan teman sebaya dan kemampuan
bermain peran meningkatkan prekembangan moral anak” (J.B.Dsek Dalam Elida, 2005
: 112). Interaksi dengan teman sebaya dan kemampauan bermain peran terjadi karena telah dikuasainya
kemampuan role taking.kemampuan role taking adalah kemampuan memahami sesuatu
atau peristiwa dari sudut pandang orang lain. Misalnya seorang anak yang
kemampuan role taking-nya baik dapat memahami perasaaan kecewa temannya
temannya itu diakrabinya secara berlebihan. Menurut Flavell, ”seharusnya anak umur tujuh tahun
atau delapan tahun telah memiliki
keterampilan role taking yang sempurna”
(Elida Prayitno, 2005:175 ). Dengan perkembangan anak tujuh atau delapan
tahun kemampuan role taking lebih tinggi, karena altruistik yang lebih tinggi
pula dibandingkan dengan dibandingkan tingkah laku altruistik anak yang tingkah
laku role taking –nya rendah ajaran pengetahuan dan tindakan ternyata tidak
selalu terjadi korelasi positif yang tinggi( Surakhmad dalam Sunarto dan
B.Agung Hartono, 2006:168 ).
Dengan meningkatnya interaksi dengan teman sebaya maka kemampuan role taking
pun makin mahir dan sempurna dan ini merupakan jalan bagi perkembangan
moral.
- Usaha-usaha orang tua dalam mengenbangkan moral anak
Orang tua sangat
besar peranannya dalam perkembangan moral anak. Tidak seorang pun ahli
perkembangan moral anak yang membantah bahwa moral anak terbentuk melalui
hubungan sosial. Hubungan sosial pertama yang dialami anak dalam hidupnya
adalah orang tuanya. Orang tua brperan besar dalam membentuk tingkah laku
altruitis, role taking,dan perasaan bersalah pada anak. Kasih sayang orang tua
terhadap anak, membangun sistem interaksi yang bermoral antara anak dengan
orang lain. Hubungan dengan orang tua
yang hangat, ramah, gembira, dan kasih sayang, merupakan pupuk bagi
perkembangan moral anak
Pengembangan
tingkah laku moral tidak lepas dari
berbagai peran keluarga adalah sebagai
berikut :
a. Memperkenalkan nilai moral yang berlaku di
masyarakat.
Di negara kita ada empat sumber nilai yang
dijadikan pedoman dalam bertingkah aku, yaitu agama, ilmu pengetahuan,
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia (Pancasila) dan adat istiadat. Anak harus
diperkenalkan dengan aturan-aturan berhubungan sosial yang sesuai dengan
keempat sumber nilai itu. Kebiasaan yang berlaku di masyarakat tidak boleh
bertentangan dengan keempat sumber nilai itu. Kalau terjadi pertentangan nilai
yang berlaku di masyarakat dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
keempat sumber itu, maka anak akan
mengikuti kebiasaan yang berlaku di masyarakat, karena seperti yang dikatakan
sebelumnya bahwa anak akan bertingkah laku yang dianggap baik oleh orang
dewasa sekitarnya walaupun tidak sesuia
dengan moral. Dalam bertingkah laku mereka belum mempunyai kesadaran untuk
berpegang teguh pada prinsip moral, tetapi cenderung mengikuti
kebiasaan-kebiasaan orang dewasa dalam masyarakat sekitarnya.
b. Memperkuat tingkah laku altruistik
Seperti halnya
pengembangan tingkah laku sosial, tingkah laku altruistik memegang peranan yang
menentukan dalam perkembangan moral anak. Tingkah laku suka menolong, membagi
milik sendiri kepada teman sebaya merupakan contoh tingkah laku altruistik.
Pada periode sekolah dasar, tingkah laku altruistik dapat dikembangkan secara
baik dengan merangsang perkembangan tingkah laku empati terlebih dahulu.
Hoffman (Dalam Elida, 2005: 175) mengungkapkan bahwa ”penguasaan tingkah laku
empati merupakan dasar bagi perkembangan moral anak”. Tingkah laku empati dapat
dilihat dari kemampuan anak untuk merasakan orang lain. Misalnya, seorang anak
melihat temannya yang bersedih karena kehilangan pencil. Anak itu dapat menghayati perasaan temannya dan
mengerti bahwa temannya sedang sedih. Kalau anak menghibur atau membantu
kawannya itu tidak sdih, maka tingkah laku ini disebut altruistik.
c. Membangkitkan perasaan bersalah
Untuk
membangkitkan perasaan bersalah jika
melakukan sesuatu yang melanggar moral, orang tua dan guru perlu memahami
tentang timbulnya perasaan bersalah dari aspek moral dalam diri anak, seperti
yang dikemukan oleh Hoffman (Dalam Elida, 2005:177) sebagai berikut :
1)
Perasaan
bersalah mulai dapat dialami anak pada umur dua tahun namun belum sempurna.
Pada umur enam tahun anak telah memiliki perasaan bersalah yang sempurna.
2)
Pembiasaan
disiplin yang mementingkan kesadaran anak tentang akibat tingkah lakunya
terhadap orang lain dapat mengembangkan
perasaan bersalah. Disiplin seprti ini disebut disiplin dengan teknik
induksi.
3)
Membangkitkan perasaan empati atau cepat
merasakan perasaan orang lain sehingga dapat meningkatkan perasaan bersalah.
4)
Timbulnya
perasaan bersalah dalam diri anak, dapat mengubah atau memperbaiki tingkah laku
anak terhadap korban kejahatan.
5)
Perasaan
bersalah kadang – kadang menimbulkan tingkah laku meninjau dan menilai diri
sendiri, sehingga dalam bertindak tidak dikuasai oleh kepentingan diri sendiri.
6)
Perasaan
bersalah dapat juga dikembangkan dengan
memberikan contoh.
7)
Perasaan
bersalah dapat juga dilakukan dengan disiplin penarikan cinta.
d. Memperkuat kata hati
Pengembangan kata
hati merupakan usaha memperkuat kata hati itu sendiri. Memperkuat kata hati
berarti mengembangkan tingkah laku altruistik, role taking, dan perasaan
bersalah. Oleh karena itu, sebenarnya cara mengembangkan kata hati tidak
berbeda dengan pengembangkan tingkah
laku altruistik, role taking, dan perasaan bersalah. Sutton
dan Smith (Dalam Elida, 2005: 178) mengemukakan cara-cara membentuk kata hati anak,
dengan maksud lebih memantapkan keyakinan para orang tua dan guru tentang
perlunya usaha mengembangkan moral anak. Cara itu adalah sebagai berikut :
1.
Memberikan model
Orang tua dan guru merupakan model yang sangat penting dalam pengembangan
moral anak. Anak meniru tingkah laku orang tua dan gurunya. Oleh karena itu
orang tua yang mempunyai kata hati yang kuat akan ditiru oleh anak-anak.
2.
menerapakan
disiplin
Ada beberapa teknik untuk menerapkan disiplin,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Teknik disiplin dengan cara mencari
penyebab kesalahan bertingkah laku.
b. Teknik disiplin dengan cara ”induksi”
yaitu dengan memberikan penjelasan mengapa anak dilarang atau dibolehkan
melakukan tindakan tertentu.
c. Teknik
disiplin dengan membangkitkan perasaan bersalah.
d. Teknik disiplin dengan penarikan
cinta.
.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Orang
tua harus berperan dalam mengawasi perkembangan moral anak dengan memberikan
penguatan hati, role taking, dan perasaan bersalah.
2.
Peran orang tua sangat berpengaruh dalam
mengembangkan moral anak dapat diterima di masyarakat.
3.
Orang tua harus bisa mengarahkan anak kalau
bersalah dalam melakukan sikap dengan sikap penuh kasih sayang..
4.
Pengetahuan yang tinggi, tidak menjamin
seseorang bisa memiliki moral yang baik. Namun, ketika anak-anak memiliki moral
yang baik, otomatis mereka bisa menilai mana pendidikan yang baik dan buruk.
5.
Membentuk moral anak bisa dilakukan lewat
story telling (dongeng). Kegiatan membaca dongeng dan berdiskusi antara
orangtua dan anak ini dapat dilakukan di rumah.
B. Saran
1.
Pendidikan
formal berfungsi melatih anak-anak untuk memperbaiki lingkungan sekitarnya.
Sedangkan dengan pengetahuan moral, anak-anak diajak berpikir dan membangun
etika dan karakter dirinya yang baik.
2.
pendidikan
moral untuk anak-anak bisa dilakukan di rumah, bisa dengan membahas buku-buku
cerita bersama orangtua, membaca kitab suci ataupun mendongeng.
DAFTAR PUSTAKA
Elida Prayitno
dan Erlamsyah. 2004. Psikologi Perkembangan Padang : Buku Ajar
Elida Prayitno.
2005. Perkembangan Anak Usia Dini dan Usia SD. Padang : Angkasa Raya.
Bambang Daroeso.1989.Dasar
Dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang : Aneka Ilmu
Porf.Dr.H.Sunarto
dan Dra.Ny.B.Agung Hartono.2006.PPD. Jakarta : Rineka Cipta
Mudjiran. 2000. Perkembangan peserta didik.
Jakarta : Depdikbud
Cheppy HC. 1988.
Pendidikan Moral dan Beberapa Pendeketan. Jakarta: Depdikbud.
Zakiah Daradjat.
1977. Membina Nilai-Nilai
Moral Di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang
Sahlan Syafei.
2002.Bagaimana Anda Mendidik Anak. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sarlito W Sarwono.1976. Pengantar Umum
Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.
Abu said
Al-khudri.2005. Syahwat Teleisi. Bandung: Mujahid Press
Milton chen.
1994. Anak-anak dan Televisi. Penerjemah Bern Hidayat.1996.
jakarta: Gramedia
E.Koeswara.1988.
Agresi Manusia. Bandung: PT ERESCO
Stephen
Fanzoi.1999. Psikologi Sosial. Penerjemah Rahmad.2000.
jakarta:Pustaka
Jaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar