HUBUNGAN KECERDASAN
DAN MOTIVASI TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA
Pendidikan pada
dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya
manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar
mereka. Belajar adalah istilah kunci (key term) yang paling
vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak
pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat
tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya
pendidikan. Belajar juga memainkan peranan penting dalam mempertahankan
kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) ditengah-tengah persaingan yang
ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang terlebih dahulu maju karena belajar
(Syah, 2006).
Menghadapi era
globalisasi sekarang ini, diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Peningkatan ini terlebih dahulu dapat dilakukan dengan peningkatan mutu
pendidikan nasional pada umumnya dan peningkatan prestasi akademik siswa pada
khususnya.
Prestasi akademik
menurut Bloom (dalam Azwar, 2002) adalah mengungkap keberhasilan seseorang
dalam belajar. Menurut Azwar (2004) secara umum, ada dua faktor yang
mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi antara lain faktor fisik dan faktor
psikologis.
Faktor fisik
berhubungan dengan kondisi fisik umum seperti penglihatan dan pendengaran.
Faktor psikologis menyangkut faktor-faktor non fisik, seperti minat, motivasi,
bakat, intelegensi, sikap dan kesehatan mental. Faktor eksternal meliputi
faktor fisik dan faktor sosial. Faktor fisik menyangkut kondisi tempat belajar,
sarana dan perlengkapan belajar, materi pelajaran dan kondisi lingkungan
belajar. Faktor social menyangkut dukungan sosial dan pengaruh budaya.
Dalam dunia pendidikan
formal, pentingnya pengukuran prestasi akademik tidaklah dapat disangsikan
lagi. Sebagaimana diketahui, proses pendidikan formal adalah suatu proses yang
kompleks yang memerlukan waktu, dana dan usaha serta kerjasama berbagai pihak.
Berbagai aspek dan faktor terlibat dalam proses pendidikan secara keseluruhan.
Tidak ada pendidikan yang secara sendirinya berhasil mencapai tujuan yang
digariskan tanpa interaksi berbagai faktor pendukung yang ada dalam sistem pendidikan
tersebut. Betapa jelasnya pun suatu tujuan pendidikan telah digariskan, tanpa
usaha pengukuran maka akan mustahil hasilnya dapat diketahui. Tidaklah layak
untuk menyatakan adanya suatu kemajuan atau keberhasilan program pendidikan
tanpa memberikan bukti peningkatan atau pencapaian yang diperoleh. Bukti
peningkatan atau pencapaian inilah yang harus diambil dari pengukuran prestasi
secara terencana.
Intelegensi menurut
Azwar (2004) merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi prestasi
akademik seseorang. Intelegensi sendiri dalam perspektif psikologi memiliki
arti yangberaneka ragam. Salah satu yang paling pokok yaitu menurut Chaplin
(dalam Syah, 2006) adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi baru
secara cepat dan efektif atau kemampuan menggunakan konsep-konsep abstrak
secara efektif. Begitu banyak definisi tentang intelegensi yang dikemukakan
oleh para ahli. Definisi intelegensi itu mengalami berbagai perubahan dari
waktu ke waktu, tetapi sejak dahulu tidak pernah mengurangi penekanan pada
aspek kognitifnya.
Salah satu cara yang
sering digunakan untuk menyatakan tinggi rendahnya tingkat intelegensi adalah
menerjemahkan hasil tes intelegensi ke dalam angka yang dapat menjadi petunjuk
mengenai kedudukan tingkat kecerdasan seseorang bila dibandingkan secara
relatif terhadap suatu norma. Secara tradisional, angka normatif dari hasil tes
intelegensi dinyatakan dalam bentuk rasio (quotient) dan dinamai
intelligence quotient (IQ).
(Azwar, 2004).
Intelegensi sebagai
unsur kognitif dianggap memegang peranan yang cukup penting. Bahkan
kadang-kadang timbul anggapan yang menempatkan intelegensi dalam peranan yang
melebihi proporsi yang sebenarnya. Sebagian orang bahkan menganggap bahwa hasil
tes intelegensi yang tinggi merupakan jaminan kesuksesan dalam belajar sehingga
bila terjadi kasus kegagalan belajar pada anak yang memiliki IQ tinggi akan
menimbulkan reaksi berlebihan berupa kehilangan kepercayaan pada institusi yang
menggagalkan anak tersebut atau kehilangan kepercayaan pada pihak yang telah
memberi diagnosa IQ-nya. Sejalan dengan itu, tidak kurang berbahayanya adalah
anggapan bahwa hasil tes IQ yang rendah merupakan vonis akhir bahwa individu
yang bersangkutan tidak mungkin dapat mencapai prestasi yang baik. Menurut
Azwar (2004) hal ini tidak saja merendahkan self-esteem (harga
diri) seseorang akan tetapi dapat menghancurkan pula motivasinya untuk belajar
yang justru menjadi awal dari segala kegagalan yang tidak seharusnya terjadi.
Menurut Slameto (1995)
seringkali anak didik yang tergolong cerdas tampak bodoh karena tidak memiliki
motivasi untuk mencapai prestasi sebaik mungkin. Hal ini menunjukkan seorang
anak didik yang cerdas, apabila memiliki motivasi belajar yang rendah maka dia
tidak akan mencapai prestasi akademik yang baik. Sebaliknya, seorang anak didik
yang kurang cerdas, tetapi memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, maka
dia akan mencapai prestasi akademik yang baik.
Menurut Hamalik (dalam
Djamarah, 2002) motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi
seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk
mencapai tujuan. Dengan kata lain, seseorang mempunyai tujuan tertentu dari
segala aktivitasnya. Demikian juga dalam proses belajar, seseorang yang tidak
mempunyai motivasi belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar dan
prestasi akademiknya pun akan rendah. Sebaliknya, seseorang yang mempunyai
motivasi belajar, akan dengan baik melakukan aktivitas belajar dan memiliki
prestasi akademik yang lebih baik.
1. Prestasi Akademik
Djamarah (2002)
mendefinisikan prestasi akademik adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan
yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil akhir dari
aktivitas belajar. Sedangkan definisi prestasi akademik menurut Azwar (2002)
adalah bukti peningkatan atau pencapaian yang diperoleh seorang siswa sebagai
pernyataan ada tidaknya kemajuan atau keberhasilan dalam program pendidikan.
Selanjutnya menurut
Suryabrata (2006) prestasi akademik adalah hasil belajar terakhir yang dicapai
oleh siswa dalam jangka waktu tertentu, yang mana di sekolah prestasi akademik
siswa biasanya dinyatakan dalam bentuk angka atau simbol tertentu. Kemudian
dengan angka atau simbol tersebut, orang lain atau siswa sendiri akan dapat
mengetahui sejauhmana prestasi akademik yang telah dicapai. Dengan demikian,
prestasi akademik di sekolah merupakan bentuk lain dari besarnya penguasaan
bahan pelajaran yang telah dicapai siswa, dan rapor bisa dijadikan hasil
belajar terakhir dari penguasaan pelajaran tersebut.
Berdasarkan uraian dari
beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi akademik adalah
hasil atau pencapaian yang diperoleh siswa dari aktivitas belajar, yang
dinyatakan dalam bentuk angka atau simbol tertentu.
Menurut Ahmadi dan
Supriyono (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi akademik
antara lain:
A.
Faktor internal
1.
Faktor jasmaniah (fisiologi), yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan,
pendengaran, struktur tubuh.
2.
Faktor psikologis, terdiri atas:
a).
Faktor intelektif yang meliputi:
(1)
Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.
(2)
Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.
b).
Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap,
kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri
3).
Faktor kematangan fisik maupun psikis.
4).
Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.
B.
Faktor eksternal
1)Faktor
sosial yang terdiri atas:
a)
Lingkungan keluarga
b)
Lingkungan sekolah
c)
Lingkungan masyarakat
d)
Lingkungan kelompok
2)Faktor
budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.
3)Faktor
lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim.
2.
Intelegensi
Definisi intelegensi
menurut Reber (1985) adalah kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Sedangkan
intelegensi menurut David Wechsler (dalam Azwar, 2004) adalah kumpulan atau
totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir
secara rasional serta menghadapi lingkungannya dengan efektif.
Menurut Purwanto
(1990), intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan
seseorang berbuat sesuatu dengan cara yang tertentu.
Dari beberapa pendapat
tersebut, dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah kemampuan umum seseorang
untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, dan
menyesuaikan diri dengan cara yang tepat.
Menurut Bayley (dalam
Slameto, 1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual
individu, yaitu:
a.
Keturunan
Studi korelasi
nilai-nilai tes intelegensi diantara anak dan orang tua, atau dengan
kakek-neneknya, menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan terhadap tingkat
kemampuan mental seseorang sampai pada tingkat tertentu.
b.
Latar belakang sosial ekonomi
Pendapatan keluarga,
pekerjaan orang tua dan faktor-faktor social ekonomi lainnya, berkorelasi
positif dan cukup tinggi dengan taraf kecerdasan individu mulai usia 3 tahun
sampai dengan remaja.
c.
Lingkungan hidup
Lingkungan yang kurang
baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang kurang baik pula. Lingkungan
yang di nilai paling buruk bagi perkembangan intelegensi adalah panti-panti
asuhan serta institusi lainnya, terutama bila anak ditempatkan disana sejak
awal kehidupannya.
d.
Kondisi fisik
Keadaan gizi yang
kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan
tingkat kemampuan mental yang rendah.
e.
Iklim emosi
Iklim emosi dimana
individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan mental individu yang
bersangkutan.
3. Motivasi
Belajar
Motivasi belajar
menurut Wlodkowski dan Jaynes (2004) adalah merupakan sebuah nilai dan hasrat
untuk belajar. Sedangkan menurut Sardiman (2004), motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin
kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar sehingga diharapkan tujuan
dapat tercapai.
Definisi motivasi
belajar menurut Uno (2007) adalah dorongan internal dan eksternal pada
siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada
umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung.
Maka dapat disimpulkan
bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak yang menjadi kekuatan
pada individu yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan seluruh tingkah
laku sehingga diharapkan tujuan belajar dapat tercapai.
Terdapat dua macam
motivasi menurut Djamarah (2002), yaitu:
a.
Motivasi Intrinsik
Motivasi
intrinsik adalah motifmotif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu.
b.
Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik
adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motifmotif
yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi belajar
dikatakan ekstrinsik bila anak didik menempatkan tujuan belajarnya di luar
faktor-faktor situasi belajar. Anak didik belajar karena hendak mencapai tujuan
yang terletak di luar hal yang dipelajarinya. Misalnya, untuk mencapai angka
tinggi, diploma, gelar, kehormatan dan sebagainya.
Aspek-aspek Motivasi
Belajar Menurut Frandsen (dalam Suryabrata, 2006), ada beberapa aspek yang
memotivasi belajar seseorang, yaitu:
a.
Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
Sifat ingin tahu
mendorong seseorang untuk belajar, sehingga setelah mereka mengetahui segala
hal yang sebelumnya tidak diketahui maka akan menimbulkan kepuasan tersendiri
pada dirinya.
b.
Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu
maju.
Manusia terus menerus
menciptakan sesuatu yang baru karena adanya dorongan untuk lebih maju dan lebih
baik dalam kehidupannya.
c.
Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan
teman-teman.
Jika seseorang
mendapatkan hasil yang baik dalam belajar, maka orang-orang disekelilingnya
akan memberikan penghargaan berupa pujian, hadiah dan bentuk-bentuk rasa
simpati yang lain.
d.
Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru.
Baik dengan kooperasi
maupun dengan kompetisi. Suatu kegagalan dapat menjadikan seseorang merasa
kecewa dan depresi atau sebaliknya dapa menimbulkan motivasi baru agar berusaha
lebih baik lagi. Usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik tersebut dapat
diwujudkan dengan kerjasama bersama orang lain (kooperasi), ataupun bersaing
dengan orang lain (kompetisi).
e.
Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.
Apabila seseorang
menguasai pelajaran dengan baik, maka orang tersebut tidak akan merasa khawatir
bila menghadapi ujian, pertanyaanpertanyaan dari guru dan lain-lain karena
merasa yakin akan dapat menghadapinya dengan baik. Hal inilah yang menimbulkan
rasa aman pada individu.
f.
Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
Suatu perbuatan yang
dilakukan dengan baik pasti akan mendapatkan ganjaran yang baik, dan
sebaliknya, bila dilakukan kurang sungguhsungguh maka hasilnya pun kurang baik
bahkan mungkin berupa hukuman.
4. Pengaruh Tingkat Intelegensi Dan Motivasi Belajar
Terhadap Prestasi akademik Siswa
Prestasi akademik
menurut Suryabrata (2006) adalah hasil belajar terakhir yang dicapai oleh siswa
dalam jangka waktu tertentu, yang mana disekolah prestasi akademik siswa
biasanya dinyatakan dalam bentuk angka atau simbol tertentu. Kemudian dengan
angka atau simbol tersebut, orang lain atau siswa sendiri akan dapat mengetahui
sejauhmana prestasi akademik yang telah dicapai. Dengan demikian, prestasi
akademik disekolah merupakan bentuk lain dari besarnya penguasaan bahan
pelajaran yang telah dicapai siswa, dan rapor bisa dijadikan hasil belajar
terakhir dari penguasaan pelajaran tersebut.
Seseorang tidak dapat
memiliki prestasi akademik begitu saja tanpa ada hal yang mendorongnya untuk
menunjukkan hasil belajar yang memuaskan. Banyak faktor yang mempengaruhi
prestasi akademik seseorang, Azwar (2004) secara umum menjelaskan ada dua
faktor yang mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi antara lain faktor fisik dan faktor
psikologis.
Faktor fisik
berhubungan dengan kondisi fisik umum seperti penglihatan dan pendengaran.
Faktor psikologis menyangkut faktor-faktor non fisik, seperti minat, motivasi,
bakat, intelegensi, sikap dan kesehatan mental. Faktor eksternal meliputi
faktor fisik dan faktor sosial. Faktor fisik menyangkut kondisi tempat belajar,
sarana dan perlengkapan belajar, materi pelajaran dan kondisi lingkungan
belajar. Faktor social menyangkut dukungan sosial dan pengaruh budaya.
Salah satu faktor yang
mempengaruhi prestasi akademik seseorang adalah tingkat kecerdasan atau
intelegensi (IQ). Menurut Syah (2006) tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ)
siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna,
semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa, maka semakin besar
peluangnya untuk meraih sukses, dan sebaliknya semakin rendah kemampuan
intelegensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh
sukses. Hal yang sama juga diungkap oleh Ekowati (2006) yang menyatakan bahwa
terdapat kontribusi positif antara intelegensi (kecerdasan) terhadap hasil
belajar siswa. David Wechsler (dalam Azwar, 2004) mendefinisikan intelegensi
adalah kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan
tujuan tertentu, berfikir secara rasional serta menghadapi lingkungannya dengan
efektif, dari definisi tersebut nampak adanya pengaruh yang signifikan antara
intelegensi terhadap prestasi akademik. Salah satu faktor lain yang
mempengaruhi prestasi akademik seseorang adalah motivasi belajarnya.
Dari berbagai hasil
penelitian selalu menyimpulkan bahwa motivasi mempengaruhi prestasi akademik
seseorang. Tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator baik buruknya
prestasi akademik seorang anak didik. Definisi motivasi belajar menurut
Djamarah (2002) adalah suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang
menimbulkan proses belajar individu yang berinteraksi langsung dengan objek
belajar. Dari penjelasan tersebut, Nampak pula adanya pengaruh yang signifikan
antara motivasi belajar seseorang terhadap prestasi akademik seseorang, oleh
sebab itu maka upaya peningkatan prestasi akademik seseorang tidak bisa lepas
dari upaya peningkatan motivasi belajarnya.
Hal ini sesuai dengan
pendapat Dalyono (1997) yang mengatakan bahwa seseorang yang memiliki
intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya pun
cenderung baik. Sebaliknya orang yang intelegensinya rendah cenderung mengalami
kesukaran dalam belajar, lambat berpikir, sehingga prestasi akademiknya pun
rendah. Namun kelemahan ini dapat ditutupi dengan adanya motivasi yang tinggi
maka tidak menutup kemungkinan bisa memperoleh prestasi akademik yang baik .
Motivasi belajar
menurut Uno (2007) adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang
sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Sedang motivasi belajar
menurut Djamarah (2002) ada dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri
individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan motivasi
ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang
dari luar. Kuat lemahnya motivasi belajar akan turut mempengaruhi keberhasilan
belajar seseorang. Menurut Syah (2006) motivasi yang lebih signifikan bagi
siswa adalah motivasi intrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak
bergantung pada dorongan atau pengaruh dari orang lain. Oleh karena itu,
motivasi belajar yang perlu diusahakan, terutama adalah yang berasal dari dalam
diri (motivasi intrinsik) dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang
penuh tantangan, adanya dorongan untuk memiliki pengetahuan dan lain-lain.
Hal ini sesuai dengan
pendapat Azwar (2004) yang menyebutkan secara umum, ada dua faktor yang
mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi antara lain faktor fisik dan faktor
psikologis. Faktor fisik berhubungan dengan kondisi fisik umum seperti
penglihatan dan pendengaran. Faktor psikologis menyangkut faktor-faktor non
fisik, seperti minat, motivasi, bakat, intelegensi, sikap dan kesehatan mental.
Faktor eksternal meliputi faktor fisik dan faktor sosial. Faktor fisik menyangkut
kondisi tempat belajar, sarana dan perlengkapan belajar, materi pelajaran dan
kondisi lingkungan belajar. Faktor social menyangkut dukungan sosial dan
pengaruh budaya.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi akademik dalam banyak hal sering saling berkaitan dan
mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang bersikap conserving terhadap ilmu pengetahuan
atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal) umpamanya, biasanya cenderung
mengambil pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang
siswa yang berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan
positif dari orang tuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih pendekatan
belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar. Jadi, karena pengaruh
faktor-faktor tersebut, muncul siswa-siswa yang berprestasi tingi dan
berprestasi rendah atau gagal sama sekali.
Dalam hal ini, seorang
guru yang kompeten dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukkan gejala kegagalan
dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar
mereka. Hal ini juga didukung penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa ada
faktor-faktor lain yang mempengaruhi prestasi akademik.
Seperti yang diungkap
oleh Tarmidi (2006) yang mengatakan bahwa iklim kelas berkorelasi positif
dengan perubahan tingkah laku dan prestasi hasil pembelajaran siswa. Dengan
kata lain, iklim kelas merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efektifitas
dan kualitas pembelajaran di kelas. Iklim kelas merupakan faktor ekternal yang
dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa. Iklim kelas sendiri meliputi
ruangan kelas, lingkungan kelas dan lain-lain. Maka dapat disimpulkan bahwa
intelegensi dan motivasi belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
prestasi akademik seseorang.
Dengan
melakukan tes inteligensi maka dapat disiasati kelemahan-kelemahan yang
ditimbulkan karena tingkat inteligensi yang rendah atau hanya tingkat menengah agar prestasi akademik tetap baik maka dapat dilakukankan
dengan menyesuaikan keterampilan belajar dengan hasil inteligensinya agar hasil
belajar bisa maksimal. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi setelah tes
inteligensi dilakukan yaitu Jika setelah dilakukan tes inteligensi ternyata
seorang siswa diketahui memiliki inteligensi yang tinggi maka hendaknya ia
menggunakan potensinya itu dengan baik agar memperoleh hasil belajar yang
maksimal cara penggunaan potensi tersebut adalah dengan belajar.seorang
individu yang memiliki tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih mudah
menguasai konten-konten yang diberikan padanya dibandingkan dengan individu
yang memiliki kemampuan rata-rata. Jika individu yang memiliki tingkat
inteligensi tinggi dapat memamfaatkan kelebihannya ini dalam belajar maka ia
akan memperoleh hasil belajar sesuai dengan kemampuannya yaitu hasil belajar
diatas rata-rata. Sedangkan setelah dilakukan tes inteligensi maka diketahui
bahwa seseorang memiliki tingkat inteligensi rata-rata maka harus mensiasatinya
dengan memiliki keterampilan belajar yang baik. Keterampilan ini meliputi teknik mencatat, meningkatkan
kemampuan mengingat, membaca membangun kecerdasan, menyelesaikan PR dengan
memuaskan, teknis meringkas buku, dan sebagainya. Tingkat inteligensi rata-rata
bukan berarti orang tersebut tidak bisa sukses karena manusia tidak hanya
dianugerahi kecerdasan intelektual saja namun juga dianugerahi kecerdasan
emosional dan spiritual. Seseorang yang ingin sukses dituntut untuk bisa mengkolaborasikan ketiga
kecerdasan ini dengan baik dan seimbang agar seluruh potensi dapat tersalurkan
dan membarikan mamfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
Sumber
Ahmadi,
A., & Supriyono, W. (2004). Psikologi belajar. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Djamarah,
S.B. (2002). Psikologi belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Purnomowati,
R. (2006). Pengaruh disiplin dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar
siswa
Slameto.
(1995). Belajar dan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
PT Rineka Cipta. Suryabrata,
Syah,
M. (2006). Psikologi belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tarmidi.
(2006). Iklim kelas dan prestasi belajar. Medan: Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Uno,
H.B. (2007). Teori motivasi dan pengukurannya: Analisis dibidang pendidikan.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar