1.
Pengertian
Perilaku Menyimpang
Perilaku seseorang dikatakan menyimpang
apabila perilaku tersebut dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain dan
juga melanggar aturan-aturan, nilai-nilai dan norma baik agama, hukum maupun
adat istiadat.
Menurut
Andi Mappiare (1982) perilaku menyimpang disebut juga dengan “tingkah laku
bermasalah”. Arti tingkah laku bermasalah yang masih dianggap wajar dan dialami
oleh remaja yaitu tingkah laku yang masih dalam batas-batas ciri-ciri
pertumbuhan dan perkembangan sebagai akibat adanya perubahan secara fisik dan
psikis, serta masih dapat diterima sepanjang tidak merugikan dirinya sendri dan
orang lain.
Masalah
Remaja Di Sekolah Remaja yang masih sekolah di SLTP/ SLTA selalu mendapat
banyak hambatan atau masalah yang biasanya muncul dalam bentuk perilaku.
Berikut ada lima daftar masalah yang selalu dihadapi para remaja di sekolah.
a.
Perilaku
Bermasalah (problem behavior). Masalah perilaku yang dialami
remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak
merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang
dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan
remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam dalam
mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam
kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami
kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan merugikan secara tidak
langsung pada seorang remaja di sekolah akibat perilakunya sendiri.
b. Perilaku menyimpang (behaviour disorder). Perilaku
menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang
remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol).
Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder. Seorang
remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan
hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan
munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan.
Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang
selalu menghantui dirinya.
c. Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment). Perilaku
yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan
mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara
cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah
merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menegah
(SLTP/SLTA).
d. Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder).
Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara
perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara
pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di
sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan
perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu
memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah
dan memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan perilaku yang
baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder
apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun secara non
verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan
temannya . Selain itu, conduct disordser juga dikategorikan pada remaja yang
berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang
ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang
lain.
e. Attention Deficit Hyperactivity disorder, yaitu anak
yang mengalami defisiensi dalam perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls
sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hyperactif.
Remaja di sekolah yang hyperactif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan
perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan
kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak
berbicara, remaja yang hyperactif tersebut tidak memperhatikan lawan bicaranya.
Selain itu, anak hyperactif sangat mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang
dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain bersama dengan temannya.
Menurut
Maslow dan Mittelman (dalam Kartini dan Kartono, 1985) ciri-ciri pribadi yang
normal dan mental yang sehat adalah:
1.
Memiliki perasan aman
2.
Mempunyai spontanitas dan emosional
yang tepat
3.
Mampu menilai dirinya sendiri secara
objektif dan postif
4.
Mempunyai kontak dengan suatu
realitas secar baik
5.
Memiliki dorongan-dorongan dan nafsu
jasmaniah yang sehat serta memiliki kemampuan untuk memenuhi pemanfaatannya
6.
Mempunyai pemaham diri yang baik
7.
Mempunyai tujuan hidup yang adekwat
8.
Memiliki kemampuan untuk belajar
dari pengalaman hidupnya
9.
Ada kesanggupan untuk memenuhi
tuntutan dan kebutuhan kelompok dimana ia berada
10.
Ada sikap emansipasi yang sehat
terhadap kelompoknya dan kebudayaannya
11.
Ada integrasi dalam kepribadiannya
Dari
ciri-ciri tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa remaja yang terlampau jauh/
banyak menyimpang dari ciri-ciri tersebut dapat dikatakan perialku menyimpang.
2.
Wujud
Perilaku Menyimpang
Gunarsa
(1986) menggolongkan kedalam dua jenis yaitu:
a. Penyimpangan
perilaku yang bersifat moral dan asosialyang tidak diatur dalam undang-undang
sehingga tidak dapat dikatakan melanggar hukum
b. Penyimpang
yang bersifat dalam pelanggaran hukum dengan penyelesaian yang sesuai dengan
undang-undang dan hukum yang biasa disebut dengan kenakalan remaja
Contohnya perilaku
menyimpang yang sering terjadi yaitu seperti:
a. Suka
bolos/ cabut sebelum pelajaran berkhir
b. Tidak
suka bergaul/ suka menyindiri
c. Suka
berbohong kepada guru dan orang tua
d. Suka
merusak fasilitas sekolah
e. Suka
mencuri barang-barang orang lain
f. Dll.
3.
Keadaan/
Kondisi Remaja Yang Potensial Mengalami Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang tidaklah terjadi
secara mendadak, tetapi melalui suatu proses yang lama dan kadang-kadang
menunujukkan suatu gejala. Berbagai
gejala yang tampak antara lain:
a. Remaja
tersebut tidak disukai oleh teman-temannya, akibatnya sering menyindiri
b. Remaja
yang menghindarkan diri dari pekerjaan rumah
c. Remaja
yang sering mengeluh, ini berarti tidak mampu menyelesaikan masalahnya
d. Remaja
yang suka berbohong
e. Remaja
yang sering mengganggu dan menyakiti temannya
f. Remaja
yang tidak menyukai gurunya atau mata pelajaran sekolahnya
4.
Faktor-Faktor
Penyebab Timbulnya Perilaku Menyimpang
Hasil study Symond yang diikuti oleh
Moh. Surya (1985) menyatakan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang
sering bertengkar ternyata lebih banyak mengalami masalah, bila dibandingkan
dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang harmonis.
Faktor-faktor
penyebab terjadinya perilaku menyimpang dapat berasal dari:
a. Faktor
yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan
Perilaku yang
menyimpang terjadi pada remaja ternyata juga ditiimbulkan oleh kondisi remaja
itu sendiri, seperti:
-
Potensi keceradasan
rendah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan akademik sebagaimana yang
diharapkan
-
Mempunyai masalah yang
tidak bisa terpecahkan
-
Kemampuan penyesuaian
diri yang rendah
-
Tingkah lakunya yang
menyimpang itu mendapatkan penguatan dari lingkungan
-
Tidak memenuhi figur/
model yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam hidupkehidupan sehari-hari
b. Faktor
yang berasal dari luar diri individu
Faktor penyebab
terjadinya perilaku menyimpang yang
bersumber dari luar diri individu terdiri dari lingkungan keluarga dan faktor
lingkungan sekolah.
-
Lingkungan keluarga
1.
Suasana keluarga yang
tidak menimbulkan rasa aman (keluarga broken home)
2.
Kontrol orangtua yang
rendah
3.
Orang tua yang bersifat
otoriter
4.
Tuntutan orang tua yang
terlalu tinggi
5.
Kehadiran anaknya tidak
diinginkan orang tua sehingga orang tua tidak menyayanginya
6.
Remaja diperlakukan
seperti anak kecil oleh orang tuanya atau orang dewasa lainnya
-
Lingkungan sekolah
1.
Tuntutan kurikulum yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kemampuan rata-rata anak
yang bersangkutan
2.
Longgarnya disiplin
sekolah
3.
Anak-anak sering tidak
belajar karena guru sering tidak maasuk kelas
4.
Pendekatan yang
dilakukan oleh guru sering tidak sesuai dengan perkembangan pesrta didik
5.
Sarana dan prasana
sekolah yang kurang memadai
-
Lingkungan masyarakat
1.
Kurangnya partisipasi
dari masyarakat dalam memberikan pembelajaran terhadap anak dan/ atau mencegah
pelanggaran tata tertib di sekolah
2.
Media cetak/ elektronik
yang tersebar secara bebas
3.
Adanya contoh/ model di
lingkungan masyarakat yang kurang menguntungkan
5.
Upaya
Orangtua Dan Guru Untuk Menanggulangi Perilaku Menyimpang
Peranan Lembaga Pendidikan Untuk tidak
segera mengadili dan menuduh remaja sebagai sumber segala masalah dalam
kehidupan di masyarakat, barangkali baik kalau setiap lembaga pendidikan
(keluarga, sekolah, dan masyarakat) mencoba merefleksikan peranan
masing-masing.
Pertama,
lembaga keluarga adalah lembaga pendidikan yang utama dan pertama. Kehidupan
kelurga yang kering, terpecah-pecah (broken home), dan tidak harmonis akan
menyebebkan anak tidak kerasan tinggal di rumah. Anak tidak mersa aman dan
tidak mengalami perkembangan emosional yang seimbang. Akibatnya, anak mencari
bentuk ketentraman di luar keluarga, misalnya gabung dalam group gang, kelompok
preman dan lain-lain. Banyak keluarga yang tak mau tahu dengan perkembangan
anak-anaknya dan menyerahkan seluruh proses pendidikan anak kepada sekolah.
Kiranya keliru jika ada pendapat yang mengatakan bahwa tercukupnya
kebutuhan-kebutuhan materiil menjadi jaminan berlangsungnya perkembangan
kepribadian yang optimal bagi para remaja.
Kedua,
bagaimana pembinaan moral dalam lembaga keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kontras
tajam antara ajaran dan teladan nyata dari orang tua, guru di sekolah, dan
tokoh-tokoh panutan di masyarakat akan memberikan pengaruh yang besar kepada
sikap, perilaku, dan moralitas para remaja. Kurang adanya pembinaan moral yang
nyata dan pudarnya keteladanan para orangtua ataupun pendidik di sekolah
menjadi faktor kunci dalam proses perkembangan kepribadian remaja. Secara
psikologis, kehidupan remaja adalah kehidupan mencari idola. Mereka mendambakan
sosok orang yang dapat dijadikan panutan. Segi pembinaan moral menjadi
terlupakan pada saat orang tua ataupun pendidik hanya memperhatikan segi
intelektual. Pendidikan disekolah terkadang terjerumus pada formalitas
pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajaran, sehingga melupakan segi
pembinaan kepribadian penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan
sikap.
Ketiga,
bagaimana kehidupan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat apakah mendukung
optimalisasi perkembangan remaja atau tidak.
Saat ini, banyak anak-anak di kota-kota besar seperti Jakarta sudah merasakan kemewahan yang berlebihan. Segala keinginannya dapat dipenuhi oleh orangtuanya. Kondisi semacam ini sering melupakan unsur-unsur yang berkaitan dengan kedewasaan anak. Pemenuhan kebutuhan materiil selalu tidak disesuaikan dengan kondisi dan usia perkembangan anak. Akibatnya, anak cenderung menjadi sok malas, sombong, dan suka meremehkan orang lain.
Saat ini, banyak anak-anak di kota-kota besar seperti Jakarta sudah merasakan kemewahan yang berlebihan. Segala keinginannya dapat dipenuhi oleh orangtuanya. Kondisi semacam ini sering melupakan unsur-unsur yang berkaitan dengan kedewasaan anak. Pemenuhan kebutuhan materiil selalu tidak disesuaikan dengan kondisi dan usia perkembangan anak. Akibatnya, anak cenderung menjadi sok malas, sombong, dan suka meremehkan orang lain.
Keempat,
bagaimana lembaga pendidikan di sekolah dalam memberikan bobot yang proposional
antara perkembangan kognisi, afeksi, dan psikomotor anak. Akhir-akhir ini
banyak dirasakan beban tuntutan sekolah yang terlampau berat kepada para
peserta didik. Siswa tidak hanya belajar di sekolah, tetapi juga dipaksa oleh
orangtua untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan mengikuti les
tambahan di luar sekolah. Faktor kelelahan, kemampuan fisik dan kemampuan
inteligensi yang terbatas pada seorang anak sering tidak diperhitungkan oleh
orangtua. Akibatnya, anak-anak menjadi kecapaian dan over acting, dan mengalami
pelampiasan kegembiraan yang berlebihan pada saat mereka selesai menghadapi
suasana yang menegangkan dan menekan dalam kehidupan di sekolah.
Kelima,
bagaimana pengaruh tayangan media massa baik media cetak maupun elektronik yang
acapkali menonjolkan unsur kekerasan dan diwarnai oleh berbagai kebrutalan. Pengaruh-pengaruh
tersebut maka munculah kelompok-kelompok remaja, gang-gang yang berpakaian
serem dan bertingkah laku menakutkan yang hampir pasti membuat masyarakat
prihatin dan ngeri terhadap tindakan-tindakan mereka. Para remaja tidak
dipersatukan oleh suatu identitas yang ideal. Mereka hanya himpunan anak-anak
remaja atau pemuda-pemudi, yang malahan memperjuangkan sesuatu yang tidak
berharga (hura-hura), kelompok yang hanya mengisi kekosongan emosional tanpa
tujuan jelas.
Siswa-siswi SLTP/SLTA adalah siswa-siswi yang berada dalam
golongan usia remaja, usia mencari identitas dan eksistensi diri dalam
kehidupan di masyarakat. Dalam proses pencarian identitas itu, peran aktif dari
ketiga lembaga pendidikan akan banyak membantu melancarkan pencapaian
kepribadian yang dewasa bagi para remaja. Ada beberapa hal kunci yang bisa
dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan.
Pertama, memberikan kesempatan
untuk mengadakan dialog untuk menyiapkan jalan bagi tindakan bersama. Sikap mau
berdialog antara orangtua, pendidik di sekolah, dan masyarakat dengan remaja
pada umumnya adalah kesempatan yang diinginkan para remaja. Dalam hati sanubari
para remaja tersimpan kebutuhan akan nasihat, pengalaman, dan kekuatan atau
dorongan dari orang tua. Tetapi sering kerinduan itu menjadi macet bila melihat
realitas mereka dalam keluarga, di sekolah ataupun dalam lingkungan masyarakat
yang tidak memungkinkan karena antara lain begitu otoriter dan begitu bersikap
monologis. Menyadari kekurangan ini, lembaga-lembaga pendidikan perlu membuka
kesempatan untuk mengadakan dialog dengan para remaja, kaum muda dan anak-anak,
entah dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Kedua, menjalin pergaulan yang
tulus. Dewasa ini jumlah orang tua yang bertindak otoriter terhadap anak-anak
mereka sudah jauh berkurang. Namun muncul kecenderungan yang sebaliknya, yaitu
sikap memanjakan anak secara berlebihan. Banyak orang tua yang tidak berani
mengatakan tidak terhadap anak-anak mereka supaya tidak dicap sebagai orangtua
yang tidak mempercayai anak-anaknya, untuk tidak dianggap sebagai orangtua
kolot, konservatif dan ketinggalan jaman.
Ketiga, memberikan
pendampingan, perhatian dan cinta sejati.
Ada begitu banyak orangtua yang mengira bahwa mereka telah mencintai anak-anaknya. Sayang sekali bahwa egoisme mereka sendiri menghalang-halangi kemampuan mereka untuk mencintaianak secara sempurna. "Saya telah memberikan segala-galanya", itulah keluhan seorang ibu yang merasa kecewa karena anak-anaknya yang ugal-ugalan di sekolah dan di masyarakat. Anak saya anak yang tidak tahu berterima kasih, katanya.
Yang perlu dipahami bahwa setiap individu memerlukan rasa aman dan merasakan dirinya dicintai. Sejak lahir satu kebutuhan pokok yang yang pertama-tama dirasakan manusia adalah kebutuhan akan "kasih sayang" yang dalam masa perkembangan selanjutnya di usia remaja, kasih sayang, rasa aman, dan perasaan dicintai sangat dibutuhkan oleh para remaja. Dengan usaha-usaha dan perlakuan-perlakuan yang memberikan perhatian, cinta yang tulus, dan sikap mau berdialog, maka para remaja akan mendapatkan rasa aman, serta memiliki keberanian untuk terbuka dalam mengungkapkan pendapatnya.
Ada begitu banyak orangtua yang mengira bahwa mereka telah mencintai anak-anaknya. Sayang sekali bahwa egoisme mereka sendiri menghalang-halangi kemampuan mereka untuk mencintaianak secara sempurna. "Saya telah memberikan segala-galanya", itulah keluhan seorang ibu yang merasa kecewa karena anak-anaknya yang ugal-ugalan di sekolah dan di masyarakat. Anak saya anak yang tidak tahu berterima kasih, katanya.
Yang perlu dipahami bahwa setiap individu memerlukan rasa aman dan merasakan dirinya dicintai. Sejak lahir satu kebutuhan pokok yang yang pertama-tama dirasakan manusia adalah kebutuhan akan "kasih sayang" yang dalam masa perkembangan selanjutnya di usia remaja, kasih sayang, rasa aman, dan perasaan dicintai sangat dibutuhkan oleh para remaja. Dengan usaha-usaha dan perlakuan-perlakuan yang memberikan perhatian, cinta yang tulus, dan sikap mau berdialog, maka para remaja akan mendapatkan rasa aman, serta memiliki keberanian untuk terbuka dalam mengungkapkan pendapatnya.
Lewat kondisi dan suasana hidup dalam keluarga, lingkungan
sekolah, ataupun lingkungan masyarakat seperti di atas itulah para remaja akan
merasa terdampingi dan mengalami perkembangan kepribadian yang optimal dan
tidak terkungkung dalam perasaan dan tekanan-tekanan batin yang mencekam.
Dengan begitu gaya hidup yang mereka tampilkan benar-benar merupakan proses untuk
menemukan identitas diri mereka sendiri yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar